Hidupgaya.co – Ketidaksetaraan gender kerap menjadi penyebab dari berbagai macam permasalahan di masyarakat, khususnya anak, salah satunya adalah kurangnya akses pendidikan yang setara dan berkualitas, yang kemudian membuat generasi muda rentan terhadap kekerasan dan perkawinan anak. 

Disampaikan psikolog Ayank Irma, perkawinan anak dapat dianggap sebagai bentuk pemaksaan bagi anak untuk memikul tanggung jawab secara fisik atau psikologis, di mana kondisi mereka sesungguhnya tidak siap. Begitu pula dengan tindakan kekerasan pada anak yang juga telah melanggar hak-hak dasar anak. 

“Anak yang belum masuk usia nikah dinilai belum punya pemikiran matang sehingga sulit bertanggung jawab terhadap individu baru (anak),” ujar psikolog yang juga influencer dalam temu media di SMP 1 Cibeber Cianjur, Jawa Barat,menandai gelaran “#BerpihakPadaAnak: Stop Perkawinan Anak dan Kekerasan pada Anak” yang diihelat P&G Indonesia bersama Save the Children, Jumat (23/9/2022).

Kasus kekerasan pada anak perlu menjadi perhatian bersama. Data SIMFONI Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada tahun 2021 menyatakan bahwa Jawa Barat menempati posisi tertinggi di Indonesia dengan kasus kekerasan pada anak sebanyak 1.766 kasus. 

Kegiatan program #berpihakpadaanak di SMPN I Cibeber Cianjur Jabar (dok. HIdupgaya.co)

Tidak hanya persoalan kekerasan pada anak, Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 melalui hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) juga menunjukkan bahwa angka perkawinan anak di Jawa Barat menempati posisi terbanyak kedua di Indonesia (11,48%). Lebih spesifik, data Forum Anak Daerah Kabupaten Cianjur pada tahun 2021 menunjukkan bahwa wilayah ini menempati posisi kedua dengan jumlah kasus perkawinan anak terbanyak di Jawa Barat (48,6%).

Lebih lanjut Ayank mengungkap, data menyebut ibu muda yang menikah dini dan mempunyai anak cenderung mengalami depresi. “Fisik dan psikis ibu muda yang menikah dini ini belum siap. Sedangkan anak yang dilahirkan dari perkawinan anak akan melihat dinamika di keluarganya juga akan ikut terdampak (negatif),” jelasnya.

Ayank menambahkan, ibu muda yang mengalami depresi berat akhirnya berdampak kepada keluarganya. “ibu tersebut juga bisa melakukan kriminalitas atau bahkan ingin mengakhiri hidupnya,” ujarnya.

Menyikapi tentang perkawinan dan kekerasan anak, Ayank mendorong perlunya mengembalikan fungsi keluarga. “Diperlukan untuk meningkatkan ketahanan keluarga dari segala aspek, dan ini butuh dukungan masyarakat luas. Ini butuh proses berkesinambungan, bukan hanya single lecture,” tuturnya.

Terkait upaya mendorong kesetaraan gender, Ayank menekankan hal itu bisa dimulai dari rumah dengan cara sederhana. “Mainan tidak boleh dibedakan. Anak laki-laki boleh main boneka, demikian halnya anak perempuan boleh main mobil-mobilan,” ujarnya.

Selain itu, anak juga perlu diajari tentang kesehatan reproduksi dan pendidikan seksualitas sejak dini, sesuai tingkat pemahaman anak.. “Anak perlu mengetahui tubuhnya, apa yang harus dihormati. Kesehatan reproduksi sangat penting, tidak hanya merawat namun anak juga dapat menghargai dirinya,” ujar Ayank.

Psikolog ini tak memungkiri bahwa perkawinan anak kerap dikaitkan dengan terbatasnya kemampuan finansial keluarga. Untuk itu, anak perlu diajak meluaskan wawasan, berani bercita-cita tinggi. “Anak-anak harus membuka mimpi yang lebih luas, tidak hanya sebatas di Cibeber namun bisa lebih luas lagi. Tanamkan dalam benak mereka bahwa laki-laki dan perempuan punya kesempatan yang sama untuk maju,” ujar Ayank.

Ayank menambahkan, karena ibu muda ini mengalami depresi berat akhirnya berdampak kepada keluarganya, ibu tersebut juga bisa melakukan kriminalitas atau bahkan ingin mengakhiri hidupnya.

Menjawab permasalahan ini, Presiden Direktur P&G Indonesia, Saranathan Ramaswamy percaya bahwa anak tumbuh dengan mencontoh orang tua atau orang dewasa di sekitarnya.  “Keluarga yang siap mendidik anak dengan pikiran matang, maka bakat dan kemampuan terbaik anak akan berkembang lebih pesat dari yang dibayangkan,” ujarnya.

Berangkat dari kepedulian ini,  program #BerpihakPadaAnak, P&G Indonesia melibatkan karyawan sebagai relawan untuk berinteraksi langsung dengan para siswa, orang tua, dan pihak sekolah guna upaya melawan perkawinan dan kekerasan pada anak.

Kesempatan sama, Dessy Kurwiany Ukar  selaku Plt. CEO Save the Children Indonesia, menyampaikan sekolah jadi fokus utama dalam program ini mengingat sebagai institusi pendidikan, sekolah bisa melibatkan berbagai pihak yang terhubung dengan anak. “Guru punya peran penting edukasi muridnya, orang tua juga bisa andil bagaimana mengasuh anak di luar sekolah. Nantinya lingkungan di sekitar anak juga harapannya bisa kita gandeng juga,” terangnya.

Hasil kerja sama ini berhasil melahirkan prosedur standar (SOP) pencegahan dan penanggulangan kekerasan di 40 sekolah, serta mendorong Dinas Pendidikan agar SOP itu diterapkan di seluruh SMP Kabupaten Cianjur.

Dessy mengatakan, output kegiatan ini diharapkan dapat menurunkan prevalensi angka perkawinan dan kekerasan terhadap anak, juga kesetaraan gender sehingga baik anak lelaki dan perempuan punya kesempatan pendidikan yang setara.

Kegiatan edukasi dalam program #berpihakpadaanak di SMPN I Cibeber Cianjur Jabar (dok. istimewa)

Wakil Kepala Sekolah SMPN 1 Cibeber, Eva Silvia Windari mengaku merasakan dampak baik setelah mendapat prosedur standar dan hotline perlindungan anak dari kekerasan di sekolah. SMPN 1 Cibeber termasuk salah satu sekolah yang mendapatkan pendampingan dalam program #BerpihakPadaAnak. “Sejak prosedur (SOP) diimplementasikan, muncul keberanian siswa untuk melaporkan adanya tindak kekerasan, baik yang dialami sendiri atau yang dilihat,” ujarnya. 

Dengan demikian, setiap ada kejadian perundungan maka pihak sekolah langsung tahu apa yang perlu dilakukan.

Acara #BerpihakPadaAnak terdiri dari rangkaian kegiatan untuk para siswa, berupa diskusi dan permainan edukatif. Kemudian, terdapat pula sesi diskusi khusus dengan para orang tua siswa untuk memperkuat kapasitas dan komitmen mereka dalam pengasuhan positif serta memberikan kesempatan pendidikan yang tinggi dan setara bagi anak. (HG)