Hidupgaya – Kesehatan merupakan aspek penting dalam pembangunan bangsa. Dukungan terhadap kemajuan di bidang kesehatan sangat penting mengingat masih banyak masalah kesehatan yang terus muncul, salah satunya terkait angka kematian ibu dan anak.

Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat, saat ini terdapat 1,5 jam ibu yang meninggal karena melahirkan. Penyebab utama meninggalnya ibu melahirkan di di Indonesia antara lain disebabkan oleh perdarahan saat melahirkan, pre-eklampsia dan eklampsia, pernikahan usia dini, hingga kehamilan dan melahirkan terlalu sering, demikian disampaikan Lukas C. Hermawan, Kasubdit Kesehatan Maternal dan Neonatal Direktorat Kesehatan Keluarga Direktorat  Jenderal Kesmas dalam diskusi terbatas yang digagas Indonesia Healthcare Forum (IndoHCF) di Pacific Placa Jakarta, Rabu (8/3).

Data menunjukkan, hingga kini Indonesia merupakan negara dengan Angka Kematian Ibu (AKI) tertinggi di Asia Tenggara. Pada 2007, Laporan Survey Demografi Indonesia menunjukkan, dari setiap 100.000 kelahiran hidup di Indonesia, terdapat 102 orang ibu yang meninggal dunia saat melahirkan. Pada 2012, angka tersebut meningkat menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup.

Banyak faktor penyebab ibu meninggal saat melahirkan, yang dikenal dengan stilah ‘4Terlalu’ dan ‘3Terlambat’. 4Terlalu mencakup Terlalu tua untuk melahirkan (di atas 35 tahun), Terlalu muda untuk hamil dan menikah (belum usia produktif), Terlalu banyak (anak lebih dari dua), dan Terlalu sering (sudah banyak anak namun tetap melahirkan). Sementara 3Terlambat, yakni Terlambat mengetahui usia kehamilan, Terlambat memutuskan membawa ke fasilitas melahirkan, dan Terlambat mendapat pertolongan untuk melahirkan.

Terlambat mendapatkan pertolongan serta fasilitas yang layak menjadi isu penting ibu melahirkan khususnya di daerah pelosok. Di daerah pelosok masih minim akses untuk menuju ke bidan atau Puskesmas. Kebanyakan Puskesmas hanya berada di pusat daerah. Letak Puskesmas yang jauh juga menjadi penyebab ibu yang melahirkan sudah terlewat masa kritisnya yakni 2 jam setelah melahirkan.

Dalam dua jam setelah melahirkan merupakan masa kritis, jarak yang jauh membuat lewat dua jam si ibu belum juga mendapat pertolongan. Padahal, pada masa tersebutlah ibu hamil sangat membutuhkan pertolongan medis.

Menurut Ketua Umum IndoHCF Dr.dr. Supriyantoro, SpS, MARS, sejatinya banyak inovasi anak bangsa yang bisa menjadi solusi penanganan masalah kesehatan di Indonesia namun tidak tercatat dengan baik. “Inilah sebabnya IndoHCF menggagas ajang lomba dan pemberian penghargaan khusus kepada individu, institusi atau kelompok yang telah menerapkan atau melakukan inovasi di bidang kesehatan,” kata Supriyantoro.

Apresiasi ini dikemas dalam program IndoHCF Innovation Awards 2017, merupakan ajang perdana sekaligus wadah yang menampung seluruh inovasi dan ide program kesehatan, termasuk juga alat kesehatan. Bukan hanya sebagai ajang apresiasi, IndoHCF nantinya akan menghubungkan peserta yang terlibat dalam acara ini dengan industri kesehatan terkait. “Kami akan berusaha menjembatani karena selama ini banyak ide dan inovasi namun tidak terealisasi karena tidak ada yang memproduksinya. Kami ingin mewadahi itu juga,” beber Supriyantoro.

Terdapat lima kategori penghargaan yang diselenggarakan IndoHCF, yaitu:

1. Inovasi SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu) Pra-RS

Pemberian penghargaan kepada Pemda Kabupaten/Kota yang melakukan inovasi dalam pengembangan/penguatan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu mulai dari lokasi kejadian sampai dengan dibawa ke rumah sakit. Bertujuan untuk mendukung percepatan integrasi SPGDT Pra-RS di suatu daerah.

2. Inovasi Program KIA (Kesehatan Ibu dan Anak)

Pemberian penghargaan kepada Pemda Kabupaten/Kota yang melakukan inovasi dalam upaya peningkatan kesehatan Ibu dan Anak yang sudah diimplementasikan dan dapat diukur keberhasilannya. Bertujuan untuk percepatan tercapainya peningkatan kesehatan Ibu & Anak khususnya dalam upaya menurunkan angka stunting (anak pendek/bantet), morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian).

3. Inovasi Alat Kesehatan

Pemberian penghargaan kepada individu/institusi/kelompok yang melakukan inovasi/temuan di bidang alat kesehatan yang tepat guna dan berdaya guna. Bertujuan untuk mendorong peningkatan produksi alat kesehatan dalam negeri yang berkualitas.

4. Inovasi E-Health

Pemberian penghargaan kepada individu/institusi/kelompok yang melakukan inovasi/temuan ICT (Information & Communication Technology) di bidang kesehatan. Bertujuan untuk mendorong pengembangan ICT di bidang kesehatan baik dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

5. Inovasi Seni Kreasi Promosi Kesehatan

Pemberian penghargaan kepada individu/institusi/kelompok yang melakukan inovasi/kreasi seni pertunjukan (dalam bentuk kreasi tarian atau parodi) dengan tema promosi kesehatan. Bertujuan untuk mendorong pengembangan kreativitas dalam mengomunikasikan program promosi kesehatan kepada masyarakat.

Supriyantoro menjelaskan, dasar pemilihan lima kategori tersebut didasarkan pada berbagai isu kesesehatan saat ini. Sebut saja terkait SPGDT bahwa persentase angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas masih menjadi yang tertinggi di Indonesia. Isu kedua adalah bahwa angka kematian ibu dan bayi juga masih tinggi.

Di sisi lain, jelas Supriyantoro, produk alat kesesehatan dalam negeri baru mampu memenuhi 10 persen dari kebutuhan yang ada. Selanjutnya, terkait e–health, perkembangan IT yang pesat dengan banyaknya inovasi di bidang kesehatan di kalangan muda, perlu didorong dan diapresiasi pencapainnya.

Pendaftaran peserta hingga 31 Maret 2017 melalui laman resmi http://www.indohcf-award.com. Pemberian penghargaan akan dilakukan di Jakarta, Mei mendatang. (HG/dokterdigital.com)