Hidupgaya – Sejak lama kita tahu kekayaan sumber pangan Indonesia sangat beragam dan diyakini banyak yang mempunyai khasiat tertentu bagi kesehatan. Sebutlah tempe, jahe, kunyit, daun kelor hingga minyak kayu putih yang mengandung bioaktif berkhasiat.
“Pada masa pandemi, sumber pangan lokal tersebut justru mendunia karena memberikan dampak pada peningkatan daya tahan tubuh melawan COVID-19,” ujar Ketua Tim Pakar Program Indofood Riset Nugraha (IRN), Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc, dalam webinar yang dihelat PT Indofood Sukses Makmur Tbk (Indofood) menandai peluncuran program Indofood Riset Nugraha (IRN) periode 2021/2022 dengan tema “Penelitian Milenial Pangan Fungsional Berbasis Potensi dan Kearifan Lokal pada Era Pandemi COVID-19.”

Prof Purwiyatno menambahkan, riset pangan, gizi dan kesehatan terbaru menunjukkan bahwa pangan mempunyai fungsi lain selain manfaat gizi, yaitu memberikan khasiat menjaga kesehatan atau bahkan meningkatkan kesehatan, sehingga disebut pangan fungsional. “Ini berkat adanya kandungan senyawa atau komponen tertentu selain gizi yang mempunyai khasiat tertentu bagi kesehatan,” ujarnya.
Pangan fungsional (nutraceuticals) merupakan pangan yang memiliki fungsi fisiologis khusus yang bermanfaat untuk meningkatkan fungsi metabolisme tubuh sehingga bermanfaat bagi kesehatan. Syarat utama pangan fungsional adalah berupa makan dan minuman (bukan serbuk atau kapsul) dengan kandungan prebiotik tertentu, menjadi bagian dari makan sehari-hari, dan memiliki fungsi tertentu saat dikonsumsi. Konsep makanan fungsional ini berasal dari Jepang pada 1980-an untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup masyarakat di sana secara keseluruhan.
Karbohidrat merupakan salah satu sumber fungsi dari pangan fungsional yang sering ditemui dalam makanan sehari-hari. Namun beberapa jenis karbohidrat memiliki fungsi yang lebih dari sekadar sumber energi. Anggota tim pakar IRN, dr. Widjaya Lukito, SpGK., PhD, mengatakan sagu merupakan salah satu komoditas pangan penting bagi masyarakat Indonesia terutama masyarakat di kawasan timur Indonesia. Sebagai sumber karbohidrat, sagu memiliki kadar glikemik yang rendah sehingga bagus untuk dikonsumsi oleh penderita diabetes. Selain itu, kadar protein tepung sagu sangat rendah jika dibandingkan dengan tepung gandum maupun tepung beras.
Untuk diketahui, karbohidrat dibagi menjadi dua jenis yaitu starch (berdasar pati) dan non-starch (berdasar non-pati. Contoh dari karbohidrat starch adalah kentang, nasi, ketela dan jagung. Sedangkan karbohidrat non-starch bisa didapatkan dari brokoli, bayam, kacang hijau, dan rumput laut.
Pati resistant merupakan jenis pati yang tidak tercerna dalam saluran sistem pencernaan manusia. Hal tersebut membuat jenis karbohidrat ini dapat menekan kadar gula darah dan meningkatkan kontrol glikemik. Keunggulan lain dari pati resistant adalah membuat kenyang lebih lama, mencegah konstipasi, menurunkan kolesterol, dan mengurangi risiko kanker usus. Pati resistant bisa didapatkan antara lain dari pisang hijau, kacang polong, dan kacang sorgum.
“Sagu mengandung serat yang baik bagi saluran cerna. Sagu bisa menjadi prebiotik yang memberi makanan untuk bakteri baik (mikrobiota) di usus,” ujar Widjaya.
Sedangkan pisang dijadikan pangan fungsional karena mengandung energi, karbohidrat, kadar pati, serat pangan dan gula. “Pada pisang, tingkat kematangan berbeda maka beda pula fungsinya,” pungkas Widjaya.
Indofood Riset Nugraha (IRN) Tantang Mahasiswa S1 Lakukan Riset
IRN merupakan program pemberian dana bantuan riset kepada mahasiswa Strata 1 (S1) yang tengah melakukan penelitian sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikannya. Di masa pandemi COVID-19 ini, dukungan IRN dalam membantu mahasiswa tetap dilaksanakan dan sosialisasi program akan dilakukan secara daring.
Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk, Axton Salim mengatakan sudah lebih dari satu tahun kita hidup bersama dengan COVID-19, banyak hambatan dan batasan yang dihadapi. “Saya percaya bahwa hal tersebut tidak boleh menjadi penghalang bagi mahasiswa dalam menyelesaikan tugas akhir. Kontribusi semua pihak sangat diperlukan termasuk kontribusi nyata para millenial dengan ide-ide segarnya dalam menggali dan mengembangkan potensi pangan lokal,” ujarnya.
Melalui program ini, IRN memberikan kesempatan kepada mahasiwa S1 untuk menggali, mengidentifikasi, membudidayakan dan memasarkan berbagai kekayaan lokal yang penting dan berharga sebagai pangan fungsional. Inilah tantangan sekaligus peluang yang diberikan kepada mahasiswa,” ujarnya.
Program IRN yang merupakan program Corporate Social Responsibility Indofood pilar Building Human Capital, terbuka bagi mahasiswa S1 yang tengah menyelesaikan tugas akhirnya dan berasal dari berbagai jurusan. Objek penelitian adalah sumber daya alam hayati yang berasal dari produk pertanian, pekebunan, kehutanan, perikanan, kelautan, perternakan dan air lokal. Adapun cakupan bidang penelitian ini meliputi agro teknologi (budidaya), teknologi proses dan pengolahan, gizi dan kesehatan masyarakat, serta bidang sosial, budaya, ekonomi dan pemasaran.
Untuk mendapatkan dana penelitian, mahasiswa harus mendaftarkan proposal penelitiannya melalui website http://www.indofoodrisetnugraha.com atau dengan mengirimkan email ke indofoodrisetnugraha@indofood.co.id mulai Mei hingga 31 Juli 2021. Syarat lainnya adalah jangka waktu penelitian paling lama 1 (satu) tahun, menyertakan riwayat hidup lengkap mahasiswa dan dosen pembimbing serta penelitian dilakukan di Indonesia. Proses berikutnya adalah seleksi administratif dan seleksi substansi yang dilakukan secara daring. Pengumuman penerima dana IRN akan dilakukan pada September 2021.
Di akhir program, Tim Pakar IRN akan memilih 3 orang peneliti sebagai The Best Researcher. Penerima dana IRN juga mendapatkan pendampingan selama penelitian dari Tim Pakar IRN, yang terdiri atas para pakar berbagai bidang. Sejak pertama diluncurkan pada 2006, Program IRN telah menerima sekitar 5.300 proposal dan mendanai lebih dari 860 penelitian mahasiswa.
“Kami percaya penelitian yang berkualitas membuka kesempatan yang tidak terbatas. Meski di tengah pandemi, kami berharap mahasiswa yang bergabung dalam program IRN akan berhasil menciptakan riset-riset unggul dengan berbasis potensi dan kearifan lokal yang bermanfaat bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia, daya saing bangsa serta pada akhirnya dapat mendukung kemandirian pangan dan gizi nasional,” pungkas Axton Salim. (HG)