Hidupgaya – Pradiabetes merupakan kondisi yang jarang terdeteksi karena jarang memunculkan gejala. Orang dengan pradibetes belum memasuki tahap diabetes, namun jika tak dikelola dengan baik, mereka yang pradiabetes bisa berubah ‘statusnya’ menjadi pasien diabetes melitus tipe 2.

Saat ini pradiabetes telah menjadi permasalahan kesehatan global, tidak terkecuali di Indonesia. Angka kejadian pradiabetes di Indonesia meningkat setiap tahunnya dan jumlahnya dua kali lipat dari angka penderita diabetes.

International Diabetes Federation 2011 memperkirakan, pada 2030 sebanyak 398.000.000 penduduk dunia akan mengalami pradiabetes. Sementara itu, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menemukan bahwa prevalensi diabetes tipe 2  di perkotaan Indonesia sebesar 5,7%, sedangkan prevalensi pradiabetes hampir dua kali lipatnya yaitu 10,2%.

Hasil riset ini diperkuat oleh data dari Departemen Kesehatan 2008 yang menyatakan prevalensi pradiabetes di Indonesia dua kali lipat dari angka penderita diabetes tipe 2, atau 11% dari total penduduk Indonesia. Hal ini berarti jumlah penduduk Indonesia yang terkena penyakit kencing manis akan meningkat dua kali lipat dalam waktu dekat.

Meski jumlah prediabetes di Indonesia semakin tinggi, namun manajemen untuk pasien prediabetes belum banyak dikaji. Selain itu kurangnya pedoman dan upaya deteksi dini pradiabetes membuat kondisi pradiabetes tidak diketahui dan tidak teramati.

Menurut Ketua Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) wilayah Jakarta Prof. Dr. dr. Mardi Santoso, DTM&H, Sp.PD-KEMD, FINASIM, FACE, jika tidak ditangani dengan baik, maka dalam jangka waktu pendek pradiabetes dapat berkembang menjadi diabetes tipe 2. “Kasus pradiabetes menyerupai fenomena gunung es, di mana jumlah individu yang belum terdeteksi diabetes tipe 2 (termasuk pradiabetes) lebih banyak dibandingkan diabetes tipe 2,” kata Prof Mardi di sela-sela acara Edukasi 100 Dokter Umum Puskesmas Provinsi DKI Jakarta terkait Deteksi Dini dan Pencegahan Diabetes yang dselenggarakan Nutrifood di Jakarta, Kamis (4/5).

Oleh karena itu, imbuhnya, pradiabetes sebagai pencetus harus dapat diatasi, sehingga angka penderita diabetes tipe 2 dapat ditekan.

Lebih lanjut Prof Mardi menjelaskan, penanda pradiabetes yang mudah dikenali antara lain kadar glukosa darah puasa 100-125 mg/dl dan atau kadar glukosa darah 2 jam post prandial 140-199 mg/dl. Dalam jangka waktu 3-5 tahun, 25% pradiabetes dapat berkembang menjadi diabetes tipe 2. Sebanyak 50% tetap dalam kondisi pradiabetes, dan 25% kembali pada kondisi glukosa darah normal.

“Dengan melakukan deteksi dini pradiabetes dapat mencegah peningkatan prevalensi diabetes tipe 2 yang berhubungan dengan mordibitas (kecacatan), risiko progresivitas penyakit, biaya, dan mortalitas (kematian) akibat penyakit kardiovaskular dini,” imbuhnya.

Dalam kesempatan yang sama Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, dr Widyastuti MKM, menambahkan, deteksi dini pradiabetes sangat penting sebagai upaya menekan tingginya angka diabetes tipe 2 terutama jika mengingat prediabetes tidak hanya menyerang kelompok usia tua, namun juga sudah ditemukan di kelompok usia muda serta produktif.  “Bahkan, data kami dari Puskesmas di Jakarta, ada yang masih SMA,” ungkap Widyastuti.

Diperlukan edukasi pencegahan kepada mereka yang telah divonis pradiabetes agar tak berkembang menjadi diabetes. Hal ini mencakup perubahan pola makan dengan mengurangi asupan gula, garam, dan lemak. “Selain itu, konsumsi gizi seimbang, aktivitas fisik dan mengganti gaya hidup ke arah lebih sehat agar terhindar dari diabetes,” ujarnya.

Prof Mardi menambahkan, upaya pencegahan pradiabetes dapat dilakukan dengan beristirahat cukup; mengonsumsi makanan rendah kalori dan tinggi serat, seperti sayur mayur, buah-buahan, dan biji-bijian; serta melakukan aktivitas fisik minimal lima kali dalam seminggu dengan durasi 30-60 menit. (HG/dokterdigital)