Hidupgaya – Pertumbuhan dan perkembangan kompleks orofacial (sekitar wajah, rahang dan mulut) pada bayi sangat dipengaruhi oleh fase menyusui, yang umumnya dimulai dari bayi baru lahir hingga berusia dua tahun. Proses belajar mengisap dan menelan yang merupakan proses utama pada fase menyusu akan menjadi keadaan yang sangat penting. Menyusu memungkinkan rahang bayi yang masih dalam proses perkembangan terbentuk menjadi lebih baik. 

Memberikan ASI secara langsung dari payudara dapat merangsang aktivitas otot-otot sekitar mulut dan lidah yang akan mempengaruhi sistem pencernaan dan pernapasan. Namun tak semua ibu bisa memberikan ASI secara langsung, karena berbagai alasan, sehingga penggunaan botol menjadi salah satu pilihan dan solusi untuk masalah tersebut.

Harap dipahami, menyusu langsung dan menggunakan dot tentu tidak sama. Puting buatan atau dot umumnya lebih kaku dan kurang fleksibel dibandingkan dengan puting payudara ibu, sehingga sulit untuk membuat tekanan terhadap atap rongga mulut. Volume dari aliran susu ditentukan terutama oleh tekstur dari dot, ukuran, dan jumlah lubang pada ujung dot. Selain itu susu akan mengalir secara terus menerus dan bayi akan kurang memiliki kontrol aliran susu, yang sering kali membuat anak tersedak.

Menurut dokter gigi anak DR. drg. Eriska Riyanti, SpKGA (K), mekanisme mengisap bayi yang menyusu langsung dari ibu dan bayi yang menggunakan botol susu berbeda. Bayi yang minum susu menggunakan alat bantu (dot) sering kali terjadi risiko seperti tersedak, kembung hingga terjadinya maloklusi (gangguan pertumbuhan gigi dan rahang yang terjadi pada anak), antara lain karena bentuk dot yang tidak tepat, posisi bayi menyusu, kesiapan bayi menerima aliran susu, dan intensitas mengisap dot. 

“Riset menunjukkan anak yang tidak mendapat ASI atau tidak menyusu langsung dari ibunya cenderung mengalami tingkat keparahan maloklusi lebih tinggi dibandingkan anak yang mendapat ASI atau menyusu langsung,” beber Eriska dalam webinar yang dihelat Baby Huki baru-baru ini.

Eriska menambahkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Peneliti dari Departemen Kedokteran Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran (UNPAD) pada 2020 mengungkap bahwa risiko atau masalah yang kerap timbul dari penggunaan dot, baik jangka pendek maupun jangka panjang dapat dicegah dengan dot yang dikembangkan sesuai prinsip fisiologis yang mendukung ritmik isap yaitu dot orthodontic.

“Dot yang didesain secara fisiologis akan memfasilitasi pergerakan lidah ke depan dan ke atas pada daerah permukaan datar dot. Aliran air susu tidak akan otomatis mengalir ke tenggorokan, bila tidak terjadi gerakan mengisap karena adanya aktivitas otot-otot lidah, pipi, dan bibir. Mekanisme tersebut tidak menimbulkan anak tersedak,” urai Eriska. “Dot yang didesain secara fisiologis memperlihatkan adaptasi yang baik terhadap organ-organ dan mekanisme fisiologi mengisap.”

Baru-baru ini Baby Huki merilis dot orthodontic sebagai salah satu solusi pendukung ASI. “Dot orthodontic Baby Huki adalah satu-satunya dot yang memiliki hak paten merk orthodontic di Indonesia dan sudah bersertifikasi halal, sehingga si kecil dapat minum susu dengan nyaman dan tidak mudah tersedak,” ujar Business Unit Director Baby Huki, Franciska Puspa Julia.

Ditambahkan Marketing Manager Baby Huki, Risa Trisanti, dot orthodontic Baby Huki didesain sesuai dengan bentuk mulut bayi sehingga dapat menunjang dan merangsang pertumbuhan rahang dan gusi anak agar gigi tumbuh dengan sempurna. (HG)