Hidupgaya.co – Festival Teater Indonesia (FTI) akan terlaksana mulai tanggal 1 hingga 16 Desember 2025 di empat kota, yakni Medan, Palu, Mataram, dan Jakarta, menampilkan 20 kelompok teater maupun seniman individu dari seluruh penjuru Indonesia.

FTI hadir sebagai titik pertemuan lintas kota serta ruang berekspresi bagi ekosistem teater Tanah Air, hasil kolaborasi Titimangsa dan Perkumpulan Nasional Teater Indonesia (Penastri), didukung oleh Direktorat Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan, Kementerian Kebudayaan RI.

Direktur Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan, Ahmad Mahendra menyampaikan Festival Teater Indonesia sejak awal dirancang selaras dengan agenda besar Kementerian Kebudayaan, terutama penguatan ekosistem sastra dan Manajemen Talenta Nasional (MTN) Seni Budaya.

“FTI selaras dengan program-program penguatan ekosistem sastra, menjadi ruang penting untuk mendorong alih wahana karya sastra Indonesia ke panggung teater. Praktik silang-media seperti ini terbukti efektif menghidupkan ekosistem sastra,” kata Mahendra dalam temu media di Jakarta, Rabu (26/11).

FTI juga sejalan dengan tujuan MTN Seni Budaya, yaitu membuka ruang bagi lahirnya talenta-talenta baru untuk berkiprah di panggung nasional dan internasional. “FTI memperkuat jalur perkembangan karier mereka di bidang sastra dan seni pertunjukan,” lanjutnya.

Temu media jelang pementasan Festival Teater Indonesia

Happy Salma selaku penggagas FTI menyampaikan debut FTI diharapkan tak semata membuka ruang silaturahmi budaya dan kesusastraan, tetapi juga menjadi ruang untuk membuka diri, beradaptasi dengan satu sama lain dari seluruh Indonesia.

Pasalnya, setiap wilayah punya kebiasaan yang berbeda-beda. Meski kita punya latar belakang yang berbeda, usia yang berbeda, bahkan interes yang berbeda, panggung bisa menyatukan. “Di Festival Teater Indonesia, kita akan mempererat tali persaudaraan, utamanya dalam ekosistem seni teater Tanah Air,” tuturnya.

Pada edisi perdana, FTI mengangkat tema Sirkulasi Ilusi yang menyoroti pertemuan antara realitas dan representasi di tengah kehidupan kontemporer.

‘Sirkulasi’ merujuk pada bagaimana ide, wacana, dan karya seni bergerak atau digerakkan, yakni melintasi ruang, waktu, medium, dan komunitas, sehingga membentuk pengalaman bersama dan pengetahuan baru. Sementara ‘Ilusi’ ditambahkan sebagai strategi konseptual yang menciptakan lapisan makna untuk menata persepsi kritis atas hubungan antara panggung dan realitas sosial kontemporer.

Melalui tema tersebut, FTI berupaya memperluas sirkulasi gagasan, mempertemukan seniman lintas wilayah, serta memperkaya khazanah hubungan antara teks sastra dan panggung pertunjukan.

FTI akan menjadi ajang perayaan untuk seni teater dan pertemuan bagi para praktisi, pendukung, juga penonton teater

Selain pertunjukan di atas panggung, pengunjung festival juga dapat mengikuti berbagai kegiatan, antara lain, bincang karya, diskusi, jelajah panggung, lokakarya, dan Teras FTI yang mewadahi berbagai komunitas setempat.

Antusiasma melimpah, jaring 213 pendaftar

Peserta yang terlibat di FTI diundang melalui ‘open call’ sejak 25 Agustus hingga 19 September 2025. Kegiatan ini berhasil menjaring 213 pendaftar dari 95 kabupaten/kota di 25 provinsi se-Indonesia.

Pengumuman kelompok/seniman terpilih disampaikan secara daring pada 30 September 2025. Mereka akan mementaskan naskah-naskah teater adaptasi dari karya sastra Indonesia.

Menurut Sahlan Mujtaba, Direktur Artistik FTI, prinsip dasar tim kurator dalam memilih penampil Festival Teater Indonesia adalah, tawaran konseptual karya secara estetika maupun pilihan karya sastra yang diadaptasi. Berikutnya, kesesuaian kontekstual antara gagasan dengan realitas di kota penyelenggara.

“Dan terakhir, keadilan representasi, yaitu kami memastikan kesetaraan akses kewilayahan dan generasi. Keberagaman karya juga sangat penting, misalkan dalam gaya, medium, eksperimental, dan lainnya, sehingga penonton menyaksikan spektrum bentuk pertunjukan yang luas,” jelas  dosen dan sutradara teater yang juga menjabat Sekretaris Umum Penastri.

Daftar penampil peserta FTI di 4 kota

Berikut daftar penampil di setiap kota titik temu Festival Teater Indonesia:

Medan: Bali Eksperimental Teater (Jembrana, Bali), Luna Vidya/Storytelling Academy (Makassar, Sulawesi Selatan), Porman Wilson Manalu (Medan, Sumatera Utara), Stage Corner Community (Tangerang, Banten), dan Teater Kurusetra (Bandar Lampung, Lampung).

Palu: Insomnia Theater Movement (Lombok Barat, NTB), Komunitas Sakatoya (DI Yogyakarta), Lentera Silolangi (Palu, Sulawesi Tengah), Studiklub Teater Bandung (Bandung, Jawa Barat), dan Tilik Sarira Creative Process (Sukoharjo, Jawa Tengah).

Mataram: Dexara Hachika (Pontianak, Kalimantan Barat), Nara Teater (Flores Timur, NTT), Sanggar Budaya Kalimantan Selatan (Banjarmasin, Kalimantan Selatan), Teater Lho Indonesia (Mataram, NTB), dan Yeni Wahyuni (Padang Panjang, Sumatra Barat).

Jakarta: Andi Bahar Merdhu (Gowa, Sulawesi Selatan), Bengkel Seni Embun (Ambon, Maluku), Rumah Kreatif Suku Seni Riau (Pekanbaru, Riau), Serikat Teater Sapu Lidi/Ramdiana (Syiah Kuala, Banda Aceh), dan Teater Kubur (Jakarta Timur, DKI Jakarta).

Tya Setyawati, kurator Festival Teater Indonesia, menyampaikan 20 kelompok teater terpilih itu mendapatkan pendanaan produksi serta pendampingan dari kurator festival. “Dana yang diberikan di rentang Rp50 juta hingga Rp70 juta mencakup produksi, transportasi dan sebagainya,” ujarnya.

Pendampingan selama persiapan dilakukan untuk mengetahui sejauh mana proses teater dijalani, bagaimana strategi menyiasati keterbatasan waktu, anggaran, dan sumber daya manusia yang ada.

“Tugas kami para kurator adalah memastikan kesiapan seniman agar dapat mementaskan karya terbaiknya di panggung Festival Teater Indonesia. Memang ada tantangan selama pendampingan, tetapi setiap kurator telah terlebih dahulu mempelajari latar belakang dan kecenderungan praktik berkarya si seniman,” terang Tya.

Pentas teater alih wahana karya sastra Indonesia di panggung FTI akan dilaksanakan di Auditorium RRI, Medan (1-3 Desember 2025), Gedung Kesenian Palu, Palu (6-8 Desember 2025), Taman Budaya NTB, Mataram (10-12 Desember 2025), dan Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta (14-16 Desember 2025).

Panitia FTI di empat kota juga menyiapkan berbagai program sayap, antara lain bincang karya, diskusi, jelajah panggung, lokakarya, pameran arsip, simposium, dan Teras FTI.

Ragam program ini dirancang untuk membuka akses bagi masyarakat umum agar dapat melihat teater bukan hanya yang tampak di atas panggung, tetapi juga sebagai perjalanan kreatif yang melibatkan refleksi, dialog, dan pertukaran gagasan.

Seluruh rangkaian kegiatan Festival Teater Indonesia akan dicatat oleh penulis/pengamat di masing-masing kota. Hasil pencatatan atau program arsip ini akan diterbitkan menjadi buku digital untuk disebarluaskan nantinya.

Patut dicatat, Festival Teater Indonesia juga menjadi kesempatan untuk memberikan penghargaan kepada insan-insan seniman yang sudah berkontribusi besar bagi dunia seni pertunjukan.

Penghargaan atas Pengabdian Seumur Hidup FTI (PSH FTI) akan diserahkan pada malam penutupan penyelenggaraan tiap kota. Seniman penerima penghargaan tersebut merupakan tokoh-tokoh yang sudah dikenal melalui aktivitas seni dan kontribusinya di kota masing-masing.

Kiri ke kanan: Tya Setyawati, Ahmad Mahendra, Happy Salma

Dalam proses pemilihan penerima penghargaan tersebut, jejaring komunitas teater lokal diminta untuk mengusulkan sejumlah nama tokoh yang memiliki peran dalam perkembangan teater di kota tersebut serta yang konsisten berkarya lebih dari 25 tahun.

Setiap calon dikaji rekam jejak artistik, kontribusi sosial-budaya, dokumentasi karya, dampak jangka panjang, serta relasinya dengan komunitas teater lokal.

“Secara pribadi, saya menaruh hormat yang begitu tinggi kepada individu yang mau menyerahkan hidup dan dedikasinya bagi seni pertunjukan. Menghidupi dan hidup dari kesenian itu bukan hanya membutuhkan stamina yang panjang, tapi juga integritas dan kesetiaan pada profesi,” tutur Happy.

Penerima Penghargaan atas Pengabdian Seumur Hidup FTI adalah orang-orang yang sangat menginspirasi dan memberikan kita keyakinan bahwa seni betul-betul bisa menghidupi. “Perjuangan para seniman ini layak untuk diberikan penghormatan,” pungkasnya. (HG)