Hidupgaya.co – Pengganti daging nabati populer di kalangan orang yang ingin mengurangi konsumsi daging atau yang memilih pola makan vegan. Namun, masih ada kekhawatiran tentang produk yang menjadi kering saat dimasak dan kehilangan rasa di mulut yang biasanya terdapat pada daging asli.
Hadirlah Dr. Alejandro Marangoni, yang telah mengembangkan dua solusi berkelanjutan dan berbiaya rendah untuk memastikan alternatif ini mempertahankan minyak saat dimasak dan memiliki tekstur yang kita kenal sebagai daging sapi giling.
“Orang-orang menyukai burger dan daging yang juicy, bahkan dengan produk nabati,” kata Marangoni, seorang profesor ilmu pangan dan Ketua Riset Kanada untuk Pangan, Kesehatan, dan Penuaan di University of Guelph.
Yang hilang adalah jaringan ikat atau tulang rawan yang menahan lemak di tempatnya dalam daging. “Produk nabati tidak memilikinya dan, akibatnya, minyak tambahan apa pun akan bocor keluar saat dimasak,” ujarnya.
Langkah pertama dalam penelitian Marangoni adalah memahami bagaimana jaringan ikat menahan lemak. Ia dan timnya menggunakan tomografi terkomputasi di Canadian Light Source (CLS) di Universitas Saskatchewan untuk menghasilkan citra 3D jaringan daging mentah dan matang, dan tampak sangat mirip spons, busa sel terbuka dengan lemak yang terkandung di dalam rongga-rongganya, menurut studi yang dipublikasikan di Current Research in Food Science.
Sebagai penggantinya, para peneliti menggunakan potongan-potongan kecil wortel, brokoli, dan asparagus yang dikeringkan beku untuk menghilangkan kelembapan, lalu diisi dengan berbagai minyak, “Hasilnya sangat baik. Dengan menggunakan metode ini, yang Anda makan hanyalah sepotong sayuran kering dan minyak alami,” kata Marangoni.
Makalah kedua, yang diterbitkan pada Februari 2025 di Future Foods, menguraikan pendekatan lain, yakni menggunakan gel yang terbuat dari pati kacang polong, tepung buncis, dan minyak yang, ketika ditambahkan ke produk nabati, memberikan ‘daya kunyah’ dan retensi minyak pada daging.
“Kami menambahkan (gel) secukupnya untuk mengubah daging giling tanpa lemak menjadi daging giling sedang, dan hasilnya identik,” kata Marangoni.
Kedua metode ini bekerja sama baiknya, menghasilkan tekstur kenyal dan lembap seperti daging, dan Marangoni mengatakan bahwa dalam uji rasa produknya sendiri, dan didapati tidak ada rasa atau tekstur yang aneh.
Dalam hal keberlanjutan, Marangoni mengatakan bahan gel sangat bermanfaat. Ekstraksi protein kacang polong menghasilkan pati dalam jumlah besar sebagai produk sampingan. “Dengan menggunakan pati tersebut untuk membuat gel, kami menutup siklus pemanfaatan total kacang polong atau lentil,” tuturnya.
Marangoni menambahkan bahwa bahan-bahan alami yang ia gunakan membantu ‘menyederhanakan label’ produk nabati yang sering dikritik karena diproses secara ultra.
Tidak ada paten untuk karya mereka, dan ia berharap produsen makanan akan menggunakan penemuannya untuk menciptakan produk yang lebih menyerupai daging dan yang akan menarik bagi mereka yang mempertimbangkan alternatif daging. “Kami sangat tertarik untuk mengajak orang mencobanya,” lanjut Marangoni.
Marangoni mengatakan penggunaan teknologi pencitraan CLS sangat penting untuk pengembangan produk karena memungkinkan pemahaman yang lebih baik tentang bahan-bahan dan interaksinya.
Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Menurutnya, masih banyak misteri yang berkaitan dengan protein nabati dan bagaimana mereka berperilaku dalam produk pangan nabati dikutip laman MedicalXpress. (HG)
