Hidupgaya.co – Bukan hanya saluran cerna, kulit juga memiliki mikrobioma. Microbiome/mikrobioma merupakan mikroba yang hidup di permukaan dan di dalam tubuh, misalnya di kulit, mulut dan saluran cerna. Kumpulan mikroba ini memiliki fungsi penting, antara lain menjaga sistem kekebalan bekerja dengan baik.
Keseimbangan mikrobioma kulit berperan besar dalam menjaga daya tahan alami kulit. Ketika keseimbangannya terganggu, berbagai masalah seperti jerawat, eksim, dan sensitivitas bisa muncul. “Mikrobioma adalah kunci utama kesehatan kulit, dan setiap orang memiliki komposisi mikrobioma yang berbeda,” ujar dr. Sari Chairunnisa, Sp.DVE., dokter spesialis kulit sekaligus pendiri Labore dalam temu media di Jakarta, baru-baru ini.
Untuk memahami jenis kulit secara lebih mendalam, menurut dr. Sari, dapat dilakukan dengan microbiome check up. Teknologi yang dihadirkan Labore Dermalab misalnya, tidak hanya dapat mengenali jenis kulit, tapi juga mengetahui keseimbangan mikrobioma yang berperan penting dalam daya tahan kulit. “Hal ini juga bisa menjadi panduan dalam memilih produk perawatan kulit yang tepat bagi setiap individu,” ujarnya.

Pemeriksaan mikrobioma menjadi langkah preventif dalam perawatan kulit. “Melalui analisis microbiome check up yang mendalam, masyarakat dapat mengenali kondisi ini lebih awal agar bisa dicegah sebelum berkembang menjadi gangguan kulit yang lebih serius,” imbuh dr. Ayman Alatas, Sp.MK, selaku Labore Microbiome Science Council.
Teknologi berbasis mikrobioma tak dimungkiri menjadi masa depan dunia dermatologi. “Teknologi mikrobioma adalah salah satu topik paling hangat dalam dunia perawatan kulit saat ini. Pendekatan ini efektif karena bekerja langsung pada akar permasalahan, yakni mengembalikan keseimbangan alami kulit,” tutur dr. Luke Maxfield, Labore Global Derma Advisory Council, seraya menambahkan keseimbangan mikrobioma bukan hanya penting untuk wajah, tetapi juga untuk seluruh tubuh.
Microbiome swab test dapat memprediksi potensi masalah kulit di masa depan, mengetahui bahan aktif yang sebaiknya digunakan atau dihindari, serta mendapatkan panduan ilmiah menuju skin barrier (sawar kulit) yang lebih sehat dan seimbang.
Sedangkan Labore Microbiome Balance Analyzer, alat diagnosis kulit yang dikembangkan dan diverifikasi oleh dermatolog global, dapat mengidentifikasi kondisi kulit secara presisi, termasuk keseimbangan mikrobiomanya.
Untuk memastikan analisis yang komprehensif, Labore melibatkan keahlian berbagai dermatolog klinis dan subspesialis, meliputi dermatologi estetik, pediatrik, immunodermatology, hingga dermatologi alergi – sehingga hasil pemeriksaan mampu memberikan pemahaman menyeluruh tentang kesehatan kulit setiap individu.

Tak ketinggalan, Labore juga berkolaborasi dengan instansi bioteknologi yang berfokus pada inovasi berbasis mikrobioma, Nusantics. Revata Utama, pendiri dan CEO Nusantics menekankan bahwa teknologi microbiome decoding dapat memetakan kondisi kulit setiap individu, sehingga dokter spesialis kulit dapat memiliki insight yang lebih akurat untuk memberikan rekomendasi perawatan spesifik bagi pasien.
Last but not least dr. Sari menekankan, melalui Labore Dermalab dan rangkaian produk Labore, pihaknya hendak mendekatkan akses perawatan kulit dari dokter spesialis kulit ke lebih banyak orang untuk berbagai kondisi kulit.
“Ini bukan sekadar inovasi, tetapi langkah menuju masa depan kesehatan kulit, menggabungkan keahlian dermatologi dengan teknologi untuk menghadirkan solusi personal berbasis microbiome intelligence,” tandasnya. (HG)