Hidupgaya.co – Kondisi pariwisata nasional mengalami tekanan berat pada semester pertama 2025. Hal itu disimpulkan berdasar konfirmasi pelaku industri, hampir seluruh subsektor, seperti perhotelan, taman wisata, spa, hingga penjualan tiket pesawat, yang mencatat penurunan omzet drastis.
Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Haryadi Sukamdani menyebut, menurut data yang diperolehnya, perhotelan mengalami penurunan omzet 30–40 persen. “Taman wisata juga merosot, seperti Ancol yang mencatat penurunan 12 persen. Ini situasi berat,” ujarnya dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) dan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (30/7/2025).
Penurunan kinerja ini dipicu oleh melemahnya daya beli masyarakat, efisiensi anggaran pemerintah, serta maraknya praktik usaha ilegal seperti vila tak berizin dan biro perjalanan tanpa kompetensi resmi. “Kita melihat ada penambahan suplai oleh pelaku ilegal, terutama di destinasi seperti Bali,” imbuhnya.
Selain faktor ekonomi, Haryadi menyoroti persoalan regulasi yang berdampak pada ekosistem usaha pariwisata, antara lain pembatasan bagasi pesawat, larangan tur tertentu, hingga biaya tinggi untuk sertifikat laik fungsi. “Banyak keluhan dari pelaku di daerah soal perizinan. Contoh kasus penyegelan usaha berizin di kawasan Puncak jadi pelajaran penting. Ini bukan soal aturan baru, tapi implementasi yang inkonsisten,” tuturnya.
Harmonisasi regulasi untuk gairahkan pariwisata
GIPI, sebut Haryadi, telah menjalin komunikasi dengan Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya guna membahas harmonisasi regulasi pusat dan daerah. Di sisi lain, organisasi itu juga mendorong agar pemerintah daerah berani melakukan belanja untuk menggairahkan sektor pariwisata.
Sebagai langkah pemulihan, GIPI menyiapkan berbagai kegiatan berskala nasional dan internasional. Salah satunya adalah penyelenggaraan Wonderful Indonesia Tourism Fair (WITF) ke-2 pada 9–12 Oktober 2025 di Nusantara International Convention & Exhibition, PIK 2, Jakarta.
Acara ini terdiri dari dua segmen utama: B2B (Business to Business) dan B2C (Business to Consumer).
GIPI menargetkan kehadiran 200–250 buyer internasional serta ratusan pelaku industri sebagai seller. Pameran juga akan melibatkan dinas pariwisata, sekolah pariwisata, hingga pelaku UMKM dan kuliner.
“Kami ingin menggerakkan pasar domestik dan menarik wisatawan mancanegara. Format bundling antara tiket, akomodasi, dan paket wisata akan jadi fokus promosi,” ujar Haryadi.
Selain itu, GIPI akan berpartisipasi dalam ekspo internasional bertajuk ‘Discovering the Beneficence of Indonesia’ di Utrecht, Belanda, pada 30 Oktober–2 November 2025. Ekspo ini bertujuan memperluas akses pasar Indonesia di Eropa dengan menggandeng diaspora dan penyelenggara lokal.
Upaya lain yang dilakukan adalah dengan meluncurkan program GB Cup and Extended Tourism berupa turnamen sepak bola anak usia 8–12 tahun yang dikemas sebagai wisata keluarga. “Kalau anak-anak tanding, orang tuanya ikut jalan-jalan. Satu rombongan bergerak, ini cara cerdas mendorong wisata domestik,” cetus Haryadi.
Di sektor minat khusus, GIPI akan menggandeng komunitas pencinta alam melalui program Nusantara Trail, yakni kegiatan lintas alam yang melibatkan pelaku pariwisata petualangan dari berbagai daerah.
Di bidang pengembangan SDM, GIPI tengah membentuk Lembaga Akreditasi Mandiri Kepariwisataan (Lamparisata) untuk mendukung penjaminan mutu pendidikan tinggi pariwisata. Inisiatif ini dinilai penting untuk menekan biaya akreditasi yang selama ini tinggi dan memberatkan perguruan tinggi swasta.

GIPI juga berupaya mengimplementasikan Mutual Recognition Arrangement (MRA) ASEAN bagi pekerja pariwisata terampil.
Menyadari keterbatasan anggaran pemerintah, GIPI menginisiasi model pendanaan mandiri melalui pemanfaatan dana CSR (Corporate Social Responsibility) sektor pariwisata. “Kita dorong gotong royong pelaku usaha membentuk semacam yayasan promosi,” tutur Haryadi.
Di sisi lain, GIPI juga tengah menjajaki pembentukan Dana Investasi Pariwisata Indonesia, yaitu semacam dana investasi yang fokus mendukung pengembangan usaha, bukan hanya aset fisik.
Meskipun tantangan masih membayangi, GIPI memperkirakan kondisi pariwisata akan membaik di semester II 2025. “Kami prediksi akan ada rebound sekitar 20 persen dibanding semester I,” ungkap Haryadi.
Untuk mencapai tujuan itu, Haryadi menekankan pentingnya sinergi semua pihak, termasuk regulator, pelaku industri, dan masyarakat. (HG)
