Hidupgaya.co – Sebanyak 250 perempuan berkebaya terlibat dalam pembuatan film pendek #KitaBerkebaya. Mereka berasal dari berbagai komunitas seperti Kebaya Menari, Abang None Jakarta, Putra Putri Batik, Lestari Ayu Bulan dari Bali, hingga para peserta program Intensif Musikal Budaya dari berbagai daerah.

Film pendek ini juga didukung oleh sejumlah nama besar di dunia seni dan hiburan Indonesia, antara lain Maudy Koesnaedi, Tara Basro, Dian Sastrowardoyo, Maudy Ayunda, Eva Celia, Raihanun, Titi Radjo Padmaja, Andien dan Lutesha.

Kebaya merupakan salah satu identitas bangsa. Pakaian dengan potongan khas ini telah dikenakan sejak lama dan menjadi busana keseharian wanita Indonesia. Untuk mengukuhkan ini, Pemerintah melalui Keputusan Presiden No. 19 Tahun 2023 telah menetapkan 24 Juli sebagai Hari Kebaya Nasional.

Penetapan ini didasari oleh pentingnya kebaya sebagai identitas nasional yang melampaui batas etnis, sekaligus menjadi warisan budaya yang patut dijaga dan dilestarikan. Untuk terus mengingatkan dan menguatkan kebaya sebagai identitas, Bakti Budaya Djarum Foundation menyuarakan gerakan pelestarian kebaya melalui sebuah film pendek #KitaBerkebaya berkolaborasi bersama Bramsky sebagai sutradara.

“Film pendek ini menjadi sebuah pengingat bahwa kebaya bukan sekadar busana tradisional atau simbol nostalgia, tetapi juga wujud sikap, perlawanan, dan kebanggaan perempuan Indonesia,” kata Renitasari Adrian, Direktur Program Bakti Budaya Djarum Foundation yang tampil sebagai cameo di #KitaBerkebaya.

Karya sinematografi ini dapat disaksikan melalui YouTube Indonesia Kaya mulai 24 Juli 2025.

Renitasari menambahkan, kebaya bukan sekadar pakaian, namun merupakan cerita hidup yang dikenakan. “Melalui #KitaBerkebaya, kami ingin kembali mengingatkan bahwa kebaya merupakan identitas bangsa yang mempersatukan segala kelas sosial dan lintas batas wilayah yang tersebar di seluruh nusantara dengan berbagai variasi,” ujarnya.

Kebaya memancarkan keanggunan, namun juga mencerminkan ketangguhan dan kelembutan perempuan Indonesia. Renitasari menyampaikan harapan agar kebaya dapat kembali hadir dalam aktivitas sehari-hari. “Bukan hanya sebagai simbol budaya, tetapi juga sebagai kekuatan ekonomi yang memberdayakan, baik dari penjual kain, penjahit, pembatik, perancang busana, hingga pelaku industri kreatif lainnya di seluruh Indonesia,” tandasnya.

Film pendek yang dibesut Bramsky menyampaikan beragam ekspresi tentang kebaya melalui sudut pandang perempuan. Karya ini menelusuri dinamika kebaya sebagai bagian dari perjalanan dan transformasi perempuan Indonesia.

“Melalui film ini, kami ingin menggambarkan kebaya sebagai sesuatu yang hidup, bukan beku. Sesuatu yang bisa marah, bisa lembut, bisa keras kepala, bisa penuh kasih, seperti perempuan itu sendiri,” ujarnya.

Dia menyampaikan, film ini menjadi ruang di mana perempuan dapat menyuarakan sikapnya, bukan lewat teriakan, melainkan melalui benang dan kain yang dikenakan dengan penuh keyakinan. “Kebaya adalah cerminan perjalanan, sekaligus pernyataan sikap,” lanjutnya.

Last but not least, Renitasari berharap film pendek #KitaBerkebaya dapat menggugah lebih banyak perempuan untuk kembali menjadikan kebaya sebagai bagian dari keseharian mereka. “Bukan karena kewajiban budaya, tapi karena mereka merasa memiliki. Karena saat kita memilih untuk mengenakan kebaya, kita sedang merayakan siapa diri kita sebagai perempuan Indonesia dengan segala kekuatan, keindahan, dan kompleksitasnya,” tandasnya. (HG).