Hidupgaya.co – JF3 Fashion Festival 2025 akan digelar di dua lokasi, Summarecon Mall Kelapa Gading pada 24–27 Juli, dan Summarecon Mall Serpong, 30 Juli–2 Agustus. Festival mode ini menampilkan 45 desainer dan jenama hadirkan koleksi dari para kreator lokal terkemuka seperti Howard Laurent, Adrie Basuki, Sofie, Hartono Gan, Ernesto Abram, hingga Lakon Indonesia.

JF3 merupakan hasil kolaborasi strategis antara Summarecon dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan Pemerintah Kabupaten Tangerang, serta didukung oleh Kementerian Pariwisata dan Kementerian Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.

Selama dua dekade, JF3 membuktikan bahwa ketika kreativitas didukung oleh struktur yang kuat dan lengkap, maka akan mampu menciptakan dampak yang luas. “Dengan dukungan fasilitas dan konektivitas dengan dunia ritel dari Summarecon Malls, JF3 membuka berbagai peluang bagi pelaku industri yang siap memenuhi standar,” kata Soegianto Nagaria, Chairman JF3 di acara temu media yang berlangsung di Gafoy Summarecon Kelapa Gading, Kamis (17/7/2025).

Sejumlah jenama akan turut serta di panggung JF3 Fashion Festoval tahun ini, di antaranya Metamorph by Zack, Be Spoke, Brilianto, Nes By HDK, Asha, Abbey by Ariy Arka, dan Future Loundry.

Selain pemain fashion lokal, JF3 Fashion Festival tahun ini juga melibatkan pelaku fashion internasional. “Memang salah satu highlight dari JF3 2025 adalah kerja sama internasional yang semakin luas dan berkembang. Hal ini menjadi sebuah diplomasi budaya dan upaya untuk menembus ekosistem pasar mode global,” ujar Thresia Mareta, penasihat JF3.

Pendiri Lakon Indonesia itu menambahkan, selain menampilkan karya para desainer internasional, JF3 juga menghadirkan kolaborasi kreatif antara desainer luar dengan jenama mode tanah air. “Salah satunya, Victor Clavelly, desainer muda Prancis yang pernah berkolaborasi dengan berbagai figur global terkemuka seperti Rick Owens, Katy Perry, FKA Twigs hingga Beyoncé,” terangnya.

Kiri ke kanan: Thresia Mareta, Queennindya Jasminehaq (JF3 2025 Face Icon), Soegianto Nagaria (dok. Hidupgaya.co)

Thresia mengungkap, di gelaran JF3 Fashion Festival, Victor Clavelly bersama Héloïse Bouchot akan berkolaborasi dengan Lakon Indonesia.

Selain itu, sejumlah desainer muda dari Prancis siap menampilkan koleksi tak biasa di gelaran JF3 Fashion Festival tahun ini. Sebutlah Solène Lescouët yang karyanya pernah menjadi bagian dari perayaan Olimpiade Paris, hingga Ornella Jude Ferrari, dan Louise Marcaud yang pernah menjajaki karir di berbagai merek mode terkemuka internasional.

Thresia lebih lanjut menyampaikan, JF3 tahun ini juga berkolaborasi lebih dalam dengan institusi luar negeri seperti École Duperré Paris, hingga WSN sebagai penyelenggara Paris Trade Show melalui kerja sama dengan DRP Paris.

Sementara untuk kawasan Asean, JF3 berkolaborasi dengan ASEAN Fashion Designers Showcase (AFDS), menghadirkan Nicky Vu dari Vietnam, Bandid Lasavong dari Laos, serta Pitnapat Yotinratanachai dari Thailand.

Yang istimewa, tahun ini untuk pertama kalinya JF3 memperluas ruang kolaborasi internasional dengan menghadirkan desainer Korea Selatan yang mewakili inovasi industri mode Asia yang terus berkembang. Chung Hoon Choi, Lee Joon Bok, dan Baek Ju Hee, masing-masing akan menampilkan karyanya dari jenama mode yang tidak hanya dikenal di Korea Selatan, namun juga telah menembus fashion global.

“Kalau negara tetangga lain memang kami yang mengundang mereka untuk hadir. Namun untuk Korea Selatan, mereka justru yang menghubungi kami untuk bisa menampilkan koleksinya di JF3 Fashion Festival,” terang Thresia.

Kurasi ketat standar internasional

Pihak JF3 melakukan kurasi ketat terhadap desainer dan merek yang menampilkan karya mereka di ajang festival ini. Syarat yang harus dipenuhi minimal setiap desainer/merek menampilkan setidaknya 20 look dalam setiap fashion show. “Kurasi awal tentu harus tetap menyajikan konsep. Selanjutnya kesanggupan untuk menampilkan 20 koleksi. Ini upaya untuk meningkatkan kemampuan sekaligus keseriusan. Kita tingkatkan standar sama-sama,” ujar Thresia.

Dia menambahkan, dengan makin banyak koleksi yang ditampilkan oleh desainer, konsumen atau buyer bisa melihat arah desain serta profesionalitas merek atau desainer itu sampai sejauh apa. “Syarat minimal internasional dalam pertunjukan fashion itu 20 look. Lebih banyak lebih baik. Lakon Indonesia bahkan pernah menampilkan 120 look dalam satu kali pertunjukan,” urai Thresia.

Queennindya Jasminehaq, JF3 2025 Face Icon (dok. Hidupgaya.co)

Guna mendukung desainer dan merek dari sisi retail, Niwasana by Fashion Village kembali hadir di Summarecon Mall Kelapa Gading dari 24 Juli hingga 3 Agustus 2025 dengan menghadirkan lebih dari 50 merek terkurasi, mencakup kategori ethnic apparel, modern apparel, dan perhiasan.

Sementara di Summarecon Mall Serpong, JF3 kembali menggandeng DRP Paris untuk menyelenggarakan Code Street by DRP Jakarta, festival streetwear dan budaya urban asal Prancis, yang memasuki edisi kedua, yang akan digelar lebih panjang, dari 30 Juli hingga 10 Agustus 2025.

Regenerasi pelaku mode melalui Future Fashion Award

JF3 Fashion Festival 2025 khusus memperkenalkan Future Fashion Award, bertujuan memberikan dukungan finansial serta mentoring bisnis kepada dua merek muda yang terpilih melalui proses seleksi berbasis proposal bisnis yang solid. 

Jenama terpilih akan menjalani proses pendampingan intensif bersama Lakon Indonesia untuk memperkuat eksekusi, kapasitas produksi, dan membangun sistem pendukung yang kuat.

Thresia menyampaikan bahwa Future Fashion Award menjadi wujud konkret dari komitmen JF3 untuk membangun ekosistem fashion yang sehat dan berkelanjutan dari hulu hingga hilir.

Kesempatan sama, Soegianto menyampaikan, memasuki dekade ketiga perjalanannya, JF3 diarahkan untuk menjadi ruang tumbuh bagi generasi penerus. “Memasuki dekade ketiga, JF3 fokus pada regenerasi. Kami percaya masa depan industri fashion Indonesia ada di tangan anak-anak muda yang berani bermimpi, bereksperimen, dan melampaui batas. JF3 hadir untuk menyokong langkah mereka, membukakan pintu, dan mendukung mereka menjadi bagian dari ekosistem industri global,” tuturnya.

Dengan komitmen kuat untuk terus bertransformasi dan membuka ruang bagi kolaborasi lintas batas, JF3 menjadi bagian dari gerakan kultural yang menyatukan kreativitas, warisan, dan inovasi. “JF3 bukan lagi tentang apa yang terjadi hari ini, tetapi tentang bagaimana para pelaku bisa mendalami perannya dan bersama-sama membawa industri fashion Indonesia melangkah maju ke depan,” Soegianto menandaskan.

Dia menyuarakan optimisme dunia fashion Indonesia bisa melangkah kuat ke pasar global. “Kerja sama dengan Prancis melalui Pintu Incubator itu menjadi bukti. Itu pusat mode dunia. JF3 yang sudah berjalan dua dekade tentu saja menjadi pertimbangan mereka mau bekerja sama. Saat itu, Lakon Indonesia membawa tonggak fashion Indonesia,” ujar Chairman JF3.

Kerja sama itu bisa terjalin baik kalau memiliki visi yang sama dan dilakukan dengan benar sejak awal, sebut Soegianto. Kerja sama dengan negara lain, akan tetap terbuka. “Kita sudah punya pakem atau dasarnya. Kalau tidak satu visi akan sulit. Karena hanya dengan menyatukan visi yang tepat maka kedua pihak bisa mewujudkan hal strategis dengan baik. Dengan demikian kita tidak kehilangan jati diri. Dan, dengan visi searah itu maka kerja sama bisa cukup panjang,” tandasnya.

Hadir dengan semangat lebih kuat

Memasuki dekade ketiga, JF3 Fashion Festival melangkah ke era baru dengan semangat yang lebih kuat. Mengusung tema Recrafted: A New Vision, JF3 memperbarui komitmennya terhadap kreativitas, keahlian, dan keberlanjutan. “Tujuannya untuk mendorong para desainer untuk menembus batas, berinovasi dan bertransformasi tanpa kehilangan akar,” kata Thresia.

Tema ini menjadi sebuah gerakan yang mengajak seluruh pelaku industri untuk mendefinisikan ulang warisan budaya sebagai kekuatan di masa depan.

Thresia Mareta (tengah), Soegianto Nagaria (kanan) – dok. Hidupgaya.co

Thresia menekankan, tema ini menyuarakan pesan penting bahwa fashion tidak hanya tentang pakaian. “Fashion bukan sekadar benda. Fashion mengandung arti yang sangat luas, mencakup bahasa, warisan, seni, norma, etika, dan ilmu. Esensinya terletak pada keterampilan tangan,” ujarnya. “Namun agar tradisi bisa terpelihara, ia harus terus berkembang.”

Penasihat JF3 itu menegaskan bahwa makna re-crafted membutuhkan keahlian dan kemauan  agar tidak terjebak dalam pengulangan, dan bahwa satu-satunya batas yang ada adalah sejauh mana visi itu sendiri dapat diwujudkan. 

Thresia mengingatkan, agar tidak terjebak dalam kenyamanan. “Itu membuat kita berjalan di tempat. JF3 hadir sebagai ruang kolaboratif yang mengedepankan inovasi dan perubahan, sebuah platform di mana semua pihak bisa bertumbuh bersama dan saling memperkuat,” bebernya.

Recrafted: A New Vision bukan hanya sekadar tema. Ini adalah sebuah gerakan. Ini adalah waktunya untuk kita bergerak lebih jauh dengan derap langkah yang baru,” tandasnya. (HG)