Hidupgaya.co – PINTU Incubator, program yang diprakarsai oleh Jakarta Fashion & Food Festival (JF3) dan Lakon Indonesia bersama Kedutaan Besar Prancis melalui Institut Français Indonesia (IFI) telah membentuk lebih dari 100 talenta kreatif sejak diluncurkan pada 2022.  Dalam tiga tahun, PINTU telah menjaring lebih dari 10.000 merek yang tertarik, memilih 51 peserta terinkubasi, dan melibatkan 86 mentor ahli,  termasuk 33 dari Prancis.

Memasuki tahun keempat, PINTU telah melangkah ke tahap baru dengan peluncuran Residency Program, membuka ruang kolaborasi dua arah antara desainer muda Indonesia dan Prancis.

Thresia Mareta, co-initiator PINTU dan pendiri Lakon Indonesia, mengatakan Residency Program dirancang sebagai langkah baru mempererat hubungan kreatif dua negara melalui pendekatan langsung dan kolaboratif.

“Tahun ini, PINTU meluncurkan Residency Program, sebagai bentuk pertukaran langsung antarnegara. Dua desainer muda asal Prancis – Kozue Sullerot dan Priscille Berthaud datang ke Indonesia untuk mendalami teknik batik dan tenun,” ujar Thresia dalam temu media di Gafoy Summarecon Kelapa Gading, Kamis (10/7/2025).

Kiri ke kanan: Thresia Mareta, Charlotte Esnault, Soegianto Nagaria (dok. Hidupgaya.co)

Thresia menekankan Residency Program merupakan langkah nyata untuk memperdalam kolaborasi lintas budaya. Melalui program ini mereka langsung bekerja dengan para artisan dan melakukan proses kreatif bersama. “Bukan hanya mendapat pelatihan teknis, tapi juga mendapatkan pengalaman profesional dan personal,” tuturnya.

Selama tiga bulan, dua desainer itu tinggal dan berkarya bersama artisan lokal di dua wilayah timur Indonesia.

Kozue Sullerot dan Priscille Berthaud akan magang di Lakon Indonesia, berkolaborasi menciptakan koleksi lintas budaya yang nantinya akan dipresentasikan di LAKON Store dan ajang bergengsi Premiere Classe Paris.

Thresia menyampaikan, kehadiran dua desainer Prancis itu mendorong generasi muda Indonesia untuk lebih berani bereksplorasi. Mereka diyakini punya cara kerja dan sudut pandang berbeda terhadap wastra Indonesia yang penting untuk memperkaya perspektif dan membangun apresiasi baru terhadap budaya lokal.

Melebihi ekspektasi

Sementara itu, Soegianto Nagaria, chairman JF3 dan co-initiator PINTU Incubator, mengatakan PINTU telah melebihi ekspektasi sejak pertama kali digagas. “Setelah berjalan tiga tahun, kami bersyukur karena PINTU melebihi ekspektasi. Pintu-pintu kesempatan semakin terbuka, baik dari peserta yang kian profesional, maupun jejaring internasional, terutama di Prancis,” ujarnya.

Lebih lanjut Soegianto mengatakan PINTU merupakan bagian dari komitmen jangka panjang JF3 dalam membina industri mode Indonesia. Selama lebih dari dua dekade, JF3 terus mendorong pertumbuhan talenta muda, mengembangkan bisnis fashion, mengangkat pengrajin dan karya tangan tradisional, serta membuka peluang kolaborasi lintas industri dan lintas negara.

“Konsistensi ini mencerminkan komitmen kami untuk membangun ekosistem yang hidup dan berkelanjutan. Kami tidak hanya merayakan kreativitas, kami berinvestasi di dalamnya dan mengarahkannya ke pasar nyata serta eksposur global,” tuturnya.

Peserta program PINTU Incubator (dok. Hidupgaya.co)

Perkuat posisi Indonesia di ekosistem global

PINTU tidak hanya mencetak desainer, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia dalam ekosistem mode global. Dengan pendekatan kurasi, edukasi, dan diplomasi budaya, PINTU menjadi jembatan antara tradisi dan inovasi.

“Di sinilah masa depan fashion Indonesia dibentuk kolaboratif, berakar budaya, dan mendunia,” Thresia menambahkan.

Pendiri Lakon Indonesia itu mengaku bersyukur PINTU Incubator terus mengalir dari berbagai pihak, termasuk kunjungan Menteri Kebudayaan Prancis, Rachida Dati, serta dukungan langsung dari pemerintah Prancis.

Presiden Emmanuel Macron bahkan secara khusus menyampaikan dukungannya terhadap program PINTU saat berpidato 29 Mei lalu di Candi Borobudur, menyebutnya sebagai bentuk nyata kerja sama budaya yang perlu terus dikembangkan.

“Saat Presiden Macron menyebut langsung program PINTU dalam pidatonya di Candi Borobudur, saya menyadari bahwa itu bukan hanya pengakuan atas program kami, tapi juga simbol kuat bahwa budaya, pendidikan, dan kreativitas bisa menyatukan dua bangsa,” tutur Thresia.

Sementara itu, Direktur IFI Charlotte Esnault, menyampaikan bahwa PINTU menjadi contoh nyata diplomasi budaya dua arah. Dia mengenang empat tahun silam terjadi diskusi sederhana di Yogyakarta, sebelum para pihak memutuskan membentuk PINTU.

“Kini, sudah lebih dari 100 individu dari Indonesia dan Prancis terlibat dalam pertukaran ini. Bahkan Presiden Emmanuel Macron menyebut PINTU sebagai model kerja sama budaya yang harus terus dikembangkan,” ujar Charlotte di kesempatan sama.

PINTU telah membuka pintu kesempatan ke pasar global sejumlah merek Indonesia yang telah melewati kurasi ketat, salah satunya adalah merek Fuguku yang berhasil menembus pasar Paris yang dikenal kompetitif.

Karya fashion Fuguku yang terinspirasi dari ikan buntal itu bahkan dibeli untuk koleksi permanen oleh Musée des Arts Décoratifs dan Centre Pompidou.

Hal itu diikuti dengan kenaikan omzet. Tahun lalu merek fashion yang dibesut oleh Savira Lavinia mencatat peningkatan pendapatan hampir dua kali lipat.

Savira Lavinia, pendiri merek Fuguku (dok. Instagram)

Charlotte memuji karya Fuguku yang memiliki identitas visual begitu kuat sehingga bisa dikenali dari jauh.

Terkait pencapaian itu, Charlotte menyebutnya sebagai PINTU Effect. “Identitas yang kuat dan konsistensi dalam berkarya membuat mereka mudah dikenali dan dihargai di pasar global,” terangnya.

Sebagai bagian program PINTU Incubator, enam jenama lokal Indonesia akan tampil di ajang JF3 Fashion Festival 2025, yakni CLV, Dya Sejiwa, Lil Public, Nona Rona, Rizkya Batik, dan Denim It Up.

Keenam jenama itu bakal berkolaborasi dengan tiga siswa École Duperré: Pierre Pinget, Bjorn Backes, dan Mathilde Reneaux dalam fashion show bertajuk ‘Echoes of the Future by PINTU Incubator featuring École Duperre’ pada 27 Juli 2025 di Summarecon Mall Kelapa Gading.

Mereka akan menunjukkan karya terbaiknya yang memadukan akar budaya dengan interpretasi kontemporer, sebuah hasil dari ekosistem kolaboratif yang dibangun lewat PINTU. “Melalui koleksi bersama yang akan ditampilkan, para desainer dari Indonesia dan Prancis akan merayakan perpaduan antara nilai-nilai tradisional dan semangat inovasi,” tandas Thresia. (HG)