Hidupgaya.co – Musim haji tinggal hitungan hari. Tahun ini Indonesia mendapat kuota 221.000 jemaah haji yang terdiri atas 201.063 jemaah reguler, 1.572 petugas haji daerah, 685 pembimbing pada Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU), serta 17.680 jemaah haji khusus yang siap berangkat ke Arab Saudi, menurut data Kementerian Agama (Kemenag).

Mengingat ibadah haji banyak mengandalkan fisik, persiapan yang baik perlu dilakukan jauh-jauh hari agar ibadah di Arab Saudi lancar.

Ketua Bidang Kesehatan DPP AMPHURI (Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia) Dr. dr. H. Endy M. Astiwara, MA, FIIS, menyoroti pentingnya menyiapkan diri bagi jamaah calon haji. Ada berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan jamaah mulai dari kondisi iklim Arab Saudi, gizi dan kondisi fisik jamaah, serta kesiapan jamaah saat sebelum berangkat ibadah.

“Imunisasi merupakan salah satu hal yang harus dipersiapkan lebih awal dan lebih baik dalam persiapan ibadah haji dan umrah. Mencegah lebih baik supaya tidak terjadi faktor-faktor yang memberatkan perjalanan ibadah” jelas dr. Endy di acara diskusi menandai Pekan Imunisasi Dunia 2025 yang dihelat oleh Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (PP IAKMI) didukung Pfizer di Jakarta, Selasa (29/4/2025).

Ilustrasi prosesi ibadah haji (dok. Ist)

Merujuk data Kesehatan Kemenkes RI, jamaah haji Indonesia merupakan kelompok terbanyak yang menderita pneumonia di tahun 2024. Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan RI (2024) mencatat bahwa pneumonia merupakan penyakit terbanyak yang diderita oleh jamaah haji Indonesia selama menjalani perawatan di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) dan rumah sakit di Arab Saudi pada musim haji 2023, dengan total 1.248 kasus.

Lebih lanjut dr. Endy mengatakan, kepadatan yang ekstrem saat ibadah haji dan umrah meningkatkan risiko penularan penyakit infeksi di antara para jemaah, khususnya pada jemaah haji kelompok risiko tinggi, yakni berusia di atas 60 tahun dan memerlukan pendampingan baik obat, alat, maupun orang lain.

Selain itu, ada sejumlah hal yang yang meningkatkan risiko infeksi saluran pernapasan selama ibadah haji, di antaranya perubahan suhu yang drastis, dan kerumunan massa yang sangat padat di masjid dan tempat ritual ibadah.

“Pneumonia merupakan penyebab paling umum dari kunjungan ke rumah sakit saat ibadah haji, penyebab utamanya adalah Streptococcus pneumoniae,” ujar dr. Endy.

Selain pneumonia, penyakit lain yang mengintai calon jmaah haji adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV), infeksi pernapasan umum yang dapat menyebabkan penyakit serius dan kematian pada populasi yang rentan, termasuk bayi prematur dan bayi sangat muda, anak-anak, orang dewasa dengan penyakit paru kronis atau penyakit jantung bawaan, serta individu yang berusia lebih dari 65 tahun.

Komplikasi infeksi RSV pada orang dewasa yang lebih tua dapat mencakup pneumonia, perburukan asma, perburukan PPOK (penyakit paru obstruktif kronis), dan perburukan gagal jantung kongestif.

“Vaksinasi adalah cara terbaik untuk melindungi diri dari penyakit pernapasan, seperti RSV, pneumonia pneumokokus. Vaksin pneumokokus membantu melindungi terhadap beberapa dari lebih dari 90 jenis bakteri pneumokokus,” terang dr. Endy.

Data menyebut, vaksinasi dapat menurunkan risiko infeksi pneumonia hingga 2,1 kali, dan kasus tanpa gejala hingga 2,2 kali.

Diskusi manfaat vaksinasi memperingati Pekan Imunisasi Dunia 2025 (dok. Ist)

Dengan demikian, dr. Endy menekankan, manfaat vaksinasi pneumonia dan RSV sebelum menunaikan ibadah haji adalah menurunkan risiko penyakit pneumonia dan RSV karena bertambahnya usia, menurunkan risiko infeksi pernapasan seperti pneumonia dan RSV akibat adanya penyakit penyerta,
mencegah resistensi antibiotik, serta mengurangi risiko infeksi pernapasan yang dapat menyebabkan perlunya rawat inap

Kesempatan sama, Direktur Pengelolaan Imunisasi, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dr. Prima Yosephine, menekankan bahwa imunisasi merupakan hak yang harus dipenuhi yang merupakan bentuk pencegahan primer. Imunisasi menjadi penting mengingat Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) masih menjadi ancaman dan diperlukan cakupan imunisasi yang tinggi, merata, dan berkualitas. “Imunisasi dapat memberikan proteksi individu, membentuk kekebalan kelompok dan proteksi lintas kelompok,” ujarnya.

Imunisasi merupakan pencegahan primer yang dapat mencegah jenis penyakit. lebih lanjut dr. Prima menyampaikan imunisasi merupakan intervensi atau upaya perlindungan yang sangat cost effective. “Imunisasi harus sepanjang hayat, tetapi juga membutuhkan perjuangan dan upaya dari seluruh peran termasuk masyarakat,” tuturnya. (HG)