Hidupgaya.co – Masifnya penyediaan ruang untuk tempat parkir kendaraan menciptakan ruang perkotaan yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar warga kota. Ini ironis mengingat penyediaan transportasi publik di Jakarta sudah melayani hingga 85% penduduk Jakarta dengan pilihan moda yang beragam (Transjakarta, MRT, LRT dan kereta komuter).

Penggunaan transportasi publik tidak dapat meningkat secara signifikan tanpa adanya strategi pengendalian penggunaan kendaraan bermotor pribadi.

Ruang terbuka hijau Jakarta terasa kian terbatas, sementara jumlah fasilitas parkir terus bertambah. Pada tahun 2024, ruang terbuka hijau di Jakarta hanya menyumbang 5,21% dari total luas kota, yaitu sekitar 33.500.000 m2.

Sementara itu, jumlah fasilitas parkir (off-street) di Dukuh Atas, kawasan TOD (Transit Oriented Development) terkemuka di Jakarta mencapai sekitar 30.000 ruang parkir, dengan luas total sekitar 265.000 m2 (18,1% dari total luas kawasan TOD Dukuh Atas).

Kawasan TOD merupakan kawasan perkotaan yang dirancang untuk mengintegrasikan fungsi transit dengan masyarakat, kegiatan, bangunan, dan ruang publik, dengan tujuan memaksimalkan aksesibilitas terhadap transportasi umum

Kawasan TOD Dukuh Atas Jakarta (dok. ist)

Prinsip utama TOD adalah memaksimalkan penggunaan lahan yang terintegrasi dengan transportasi massal, mendorong penggunaan angkutan umum, dan menciptakan lingkungan yang ramah pejalan kaki dan pesepeda. 

Pada tahun 2019, survei ITDP (Institute for Transportation and Development Policy) mengungkap bahwa dalam rentang 5 km di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman terdapat 38.000 ruang parkir yang beroperasi secara aktif.

Pada kondisi ini, kemungkinan besar total area fasilitas parkir yang mencakup seluruh kota melebihi total area ruang terbuka hijau.

Hal ini menjadi salah satu diskusi dalam acara Jakarta Urban Mobility Festival 2025 yang diadakan oleh ITDP  dan didukung oleh Pemerintah Inggris melalui program UK PACT (Partnering for Accelerated Climate Transitions) yang berlangsung 24-26 April 2025 di pelataran parkir Pasaraya Blok M Jakarta.

Acara tersebut hadir sebagai platform kolaboratif untuk mendorong solusi mobilitas berkelanjutan, sekaligus mensosialisasikan kebijakan Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas (MKLL).

Dalam diskusi panel Jakarta Urban Mobility Festival 2025: Rebut Kembali Ruang di Kota yang dihelat Sabtu (26/4/2025), sejumlah pembicara berbagi wawasan untuk memahami lebih jauh mengenai permasalahan manajemen parkir di Jakarta pada parkir on street dan off street, serta strategi reformasi parkir yang dapat lebih menjawab kebutuhan penggunaan ruang di Jakarta.

Salah satu strategi yang berkaitan dengan parkir adalah dengan membatasi ruang parkir kendaraan serta menerapkan tarif parkir tinggi untuk mengurangi minat masyarakat menggunakan kendaraan pribadi.

Eko Hariyanto, Unit Pengelola Perparkiran (UP Parkir) mengakui masih ada resistensi dari pemilik gedung untuk menaikkan tarif parkir. “Padahal tarif parkir tinggi adalah instrumen penting untuk mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi,” ujarnya.

Sementara Wendy Hariyanto, JPI (Jakarta Property Institute) menyarankan agar pemilik gedung komersil swasta seharusnya diberi keleluasaan menentukan kebutuhan dan
tarif parkirnya sendiri. “Tujuannya untuk mendukung upaya pembatasan penggunaan kendaraan pribadi,” ujarnya.

Diskusi panel Jakarta Urban Mobility Festival 2025: Rebut Kembali Ruang di Kota yang dihelat di parkiran Pasaraya Blok M Jakarta, Sabtu (26/4/2025)

Kesempatan sama Syifa Maudini, Transport Associate ITDP Indonesia menyampaikan bahwa reformasi parkir harus dibarengi dengan penegakan hukum terhadap parkir liar, pemanfaatan teknologi, dan pengaturan berbasis zonasi yang mempertimbangkan
ketersediaan transportasi publik serta prinsip TOD.

Raihanna Putri Hiutami, RRJ (Rame-Rame Jakarta) juga menyuarakan inspirasinya.  “Jika parkir on-street dihapus dan trotoar diperlebar, ruang pejalan kaki bisa bertambah dan sektor informal dapat diintegrasikan,” sarannya.

Terkait penyediaan ruang parkir, ITDP memiliki sejumlah rekomendasi, antara lain adanya reformasi parkir on street (di ruang milik jalan/badan jalan), mencakup tarif lebih tinggi di jam sibuk; tarif progresif, yakni semakin lama parkir, tarifnya semakin mahal. Adanya batas durasi, contohnya di kawasan sibuk, parkir dibatasi maksimal 2 jam. Lebih dari itu, akan dikenakan denda.

Rekomendasi selanjutnya adalah evaluasi tarif berdasarkan demand, dalam hal ini saat parkir terlalu padat, tarif bisa dinaikkan agar pengguna berpindah ke lokasi yang lebih lengang. (HG)