Hidupgaya.co – Memasuki hari keenam JF3 Fashion Festival 2024 menjadi panggung bagi desainer muda berbakat lintas negara. Parade show dari Pintu Incubator Participants X École Duperré Paris membuka acara, menampilkan koleksi memukau dari sebelas desainer muda.
Lima di antaranya adalah desainer Indonesia, partisipan terpilih dari Pintu Incubator, sedangkan enam lainnya merupakan alumni École Duperré Paris, sekolah mode bergengsi di Paris.
Thresia Mareta, co-initiator Pintu Incubator mengatakan, lima desainer asal Indonesia itu merupakan hasil kurasi ketat sejak proses rekrutmen dilakukan pada November 2023.
“Ada sekitar 500 kreator muda yang mendaftar program Pintu Incubator tahun ini. Dari jumlah itu tersaring tujuh peserta. Dari situ kami adakan kurasi lagi hingga tersisa lima peserta yang akan mempresentasikan karya di panggung JF3 Fashion Festival hari keenam,” ujar Thresia sesaat sebelum gelaran Pintu Incubator Participants X École Duperré Paris di Summarecon Mall Serpong, Rabu(31/7/2024).
Lima partisipan itu telah melalui serangkaian proses kurasi ketat yang akan menjalani program inkubasi intensif. Para brand lokal tersebut ialah Senses, Enigma, Denim It Up, Arae, dan Tales and Wonder.

Kelima merek lokal itu mempresentasikan karya mereka di runway JF3 bersama enam alumni École Duperré, yaitu: Colline Percin, Luisa Gauchon, Noemie Jondot, Guy Chassaing , Ninon Fievet, dan Daniel Cheruzel.
“Runway JF3 itu merupakan bagian dari kurasi Pintu Incubator. Nantinya akan dipilih dua partisipan yang mempunya kesempatan untuk berpartisipasi di Paris Trade Show, bersama-sama dengan alumnus dari program Pintu Incubator periode sebelumnya,” beber Thresia.
Kurasi Pintu Incubator libatkan mentor dari Paris
Dia menjelaskan, kurasi program Pintu Incubator 2024 juga dilakukan oleh mentor dari Paris. “Selama 10 hari mereka melakukan mentoring brand yang masuk kurasi. Mentor dari Paris itu juga akan berikan kurasi berikutnya untuk menentukan dua partisipan yang bisa berangkat ke Paris Trade Show setelah runway JF3 berlangsung,” terang Thresia.
Pendiri Lakon Indonesia itu lebih lanjut menyampaikan, berada satu panggung dengan alumni sekolah mode bergengsi École Duperré Paris merupakan kesempatan tak ternilai.
“Diharapkan desainer lokal yang masuk kurasi Pintu Incubator akan belajar. Itu akan jadi pembelajaran berharga, terutama dalam hal keterampilan teknik dalam membuat pakaian. Akan saling memperkaya pengetahuan, saling melihat dan pada akhirnya akan membangun network untuk visi jangka panjang,” urai Thresia.
Selain akan membawa dua partisipan ke Paris tahun ini – semua ditanggung alias gratis – program Pintu Incubator juga akan berikan kesempatan partisipan yang terpilih ke Paris tahun lalu. Hal ini menunjukan bahwa pembinaan yang dilakukan Pintu Incubator terus berjalan dan berkelanjutan.
“Tahun ini akan kasih kesempatan yang sudah jalan ke Paris tahun lalu yang konsisten membuat produk yang bagus. Kita akan bawa lagi agar mereka punya posisi kuat,” terang Thresia.
Thresia mengungkap, partisipan Pintu Incubator tahun sebelumnya produknya telah dibeli buyer. “Produk mereka ada di butik-butik di Paris. Apakah buyer akan repeat order, itu akan bergantung apa yang kita tawarkan berikutnya. Perlu diketahui, peserta yang bisa datang ke Paris itu tidak langsung established. Akan butuh waktu,” papar Thresia.

Thresia menekankan, siapa pun partisipan yang berangkat ke Paris, harus selalu jaga kualitas. “Yang dibawa Pintu Incubator harus bagus secara kualitas. Bisa men-deliver order dengan kualitas yang konsisten dengan sampel yang mereka berikan, serta harus tepat waktu. Proses sulit harus dilalui agar bisa naik kelas,” tandas Thresia.
Peluang langka, menimba ilmu langsung di Ecole Duperre Paris
Sejak dimulai pada 2022, Pintu Incubator telah berhasil membuka peluang bagi puluhan brand/desainer muda untuk berkembang mulai dari pasar lokal hingga ke pasar internasional, dengan memberikan tambahan ilmu, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk mendorong kemajuan merek mode lokal hingga bisa memenuhi standar internasional.
Salah satu pencapaian utama Pintu adalah dengan membawa para kreator muda ini ke pameran bergengsi Première Classe – Paris Trade Show yang berlangsung selama Paris Fashion Week dan memberikan beasiswa selama 6 bulan di sekolah mode bergengsi Ecole Duperre, Paris. “Beasiswa ditanggung penuh oleh Pintu Incubator, bekerja sama dengan Kedubes Prancis,” lanjut Thresia.
Kesempatan sama, Charlotte Esnou, Cultural Attache at French Embassy in Indonesia selaku co-initiator, mengatakan para partisipan terpilih itu akan menimba ilmu di sekolah mode Ecole Duperre Paris. “Sekolah mode ini dikenal memiliki seleksi ketat, hanya menerima murid sangat terbatas setiap tahunnya. Proses masuknya sulit, bahkan untuk siswa dari Prancis,” tuturnya.
Charlotte mengatakan sejak lama masyarakat Indonesia telah mengenal sejumlah merek mewah dari Prancis, seperti Chanel dan Louis Vuitton. Namun demikian desainer Indonesia ‘tidak kelihatan’ di Paris.
“Melalui Pintu Incubator kita bangun jaringan antara Indonesia dan Prancis, dan itu terus bertumbuh. Apa yang kita lakukan ini agar desainer Indonesia bisa menimba pengalaman secara langsung dari Paris,” urai Charlotte.
Kesinambungan program demi kemajuan industri mode Indonesia
Sementara itu, Chairman JF3 Soegianto Nagaria menekankan, bahwa runway Pintu Participants X École Duperré menjadi bukti nyata komitmen Pintu Incubator dalam memberdayakan desainer muda berbakat dalam perluasan jaringan pasar, pengembangan produk, sekaligus pertukaran budaya di ekosistem mode Indonesia-Prancis.
“Sejak awal dirilis 20 tahun lalu, JF3 ingin mendukung kemajuan industri mode Indonesia. Dengan adanya program Pintu Incubator, kami menjawab tantangan utama, dalam hal ini berikan eksposur dan akses ke pasar internasional kepada pelaku industri tanah air,” ujar Soegianto.
Dia berharap program itu akan berkesinambungan. “Kami terbuka mencari network untuk menciptakan satu platform bagi para brand yang baru dan mau memperkaya diri untuk menerima tantangan masuk ke pasar internasional, dan sedikit banyak berjuang demi Indonesia,” tandasnya.
Untuk diketahui, Pintu Incubator merupakan platform bilateral visioner yang bertujuan untuk memberdayakan talenta muda dan UMKM di bisnis mode Indonesia dan Prancis. Inisiatif ini menjembatani ragam budaya dua negara dan mendukung keberlanjutan, mendorong kolaborasi antara ekosistem fashion lokal dan global.
Melalui serangkaian pembimbingan, lokakarya, dan kolaborasi dengan organisasi dan pakar mode terkemuka dari Indonesia dan Prancis, Pintu Incubator mempersiapkan partisipan agar siap dan mampu memasuki pasar mode serta mendapatkan eksposur internasional.
Kilas Koleksi Pintu Incubator Participants X École Duperré Paris
ARAE
Arae adalah sebuah usaha sosial berbasis komunitas yang mengusung konsep berkelanjutan dengan eco-print dan pewarnaan alami sebagai fokus utama kain mereka. Terinspirasi oleh daun, desain mereka menawarkan perpaduan unik antara alam dan gaya.
Arae menggunakan gaya kasual yang sederhana, dengan bentuk dasar kemeja yang membuat desain mereka cocok untuk semua acara. Bahan yang digunakan adalah kain biodegradable yang mudah terurai di dalam tanah.
Upaya mereka memberikan manfaat bagi lebih dari 650 jiwa, berkontribusi pada perbaikan sosial dan ekologis.
Enigma Art Textile
Enigma Art Textile menggabungkan seni dan tekstil, menghasilkan desain kontemporer yang dipengaruhi oleh budaya Indonesia. Buatan tangan dengan serat organik 100%, dengan proses kerja tangan oleh pengrajin Indonesia di Jawa Tengah dan Bali di mana tekstil mereka dibuat dengan teknik buatan tangan satu per satu.
Dengan memprioritaskan bahan organik, Enigma Art Textile tidak hanya menjamin produk berkualitas tinggi tetapi juga menekankan keberlanjutan dan tanggung jawab lingkungan dalam proses produksi mereka.
Denim It Up (HAM! JEANSKU)
HAM! JEANSKU merevolusi jeans biru klasik dengan memadukan berbagai warna, menyimpang dari basis biru tradisional. Kreasi mereka cerah dan eklektik, menonjol dalam dunia mode.
Dengan bereksperimen dengan berbagai warna, HAM! JEANSKU memberikan sentuhan unik dan kontemporer pada pakaian klasik yang abadi, menarik bagi mereka yang ingin mengekspresikan kepribadian mereka melalui fashion.

Senses
Senses membawa warisan budaya ke dalam mode modern dengan menggabungkan pola tradisional dengan tekstil kontemporer. Tekstil dirancang dan diproduksi dari awal dengan bordir rumit dan manik-manik halus, menunjukkan keahlian dan perhatian terhadap detail yang luar biasa.
Tales and Wonder
Tales and Wonder mengkhususkan diri pada produk fashion dan gaya hidup Indonesia yang menampilkan seni cetak dan ilustrasi yang terinspirasi oleh cerita rakyat dan dongeng dari seluruh dunia.
Produk mereka terutama terinspirasi oleh cerita rakyat dan dongeng yang indah dari seluruh dunia yang mengandung nilai moral positif dalam masyarakat manusia.
Menekankan pada konsep keberlanjutan, mereka menggunakan cetakan yang bersertifikat GOTS (The Global Organic Textile Standard) untuk kreasi mode ramah lingkungan mereka.

Sedangkan alumni École Duperré Paris diwakili oleh:
Louisa Gauchon
Louisa Gauchon mempersembahkan koleksi berjudul “Who Will Be Crowned the Big Winner?” (Siapa yang Akan Dinobatkan sebagai Pemenang Utama?) dalam JF3 Fashion Show 2024. Koleksinya menggabungkan estetika budaya tinggi (seni klasik, budaya aristokrat, dsb) dengan budaya bawah (streetwear, budaya pop). Perkawinan kedua budaya ini melahirkan gaya hibrida baru yang modis.
Gauchon menganggap karyanya sebagai ekspresi diri, sebuah taman bermain untuk memahami hierarki dalam kehidupan. Koleksi ini merupakan dialog antara material pakaian olahraga dan elemen baroque, yang dihasilkan melalui eksperimen gaya, layer, volume, dan bentuk.
Guy Chassaing
Guy Chassaing hadirkan koleksi “Shreds Metamorphosis.” Terinspirasi dari film dokumenter “Grey Garden” yang disutradarai Meslay Bersaudara pada 1975 – koleksi ini merayakan kreativitas di tengah kemunduran.
Dengan pendekatan sensitif, Chassaing membangkitkan kembali semangat hidup melalui koleksi pakaian yang terbuat dari serpihan dan bahan sisa.
Coline Percin
Coline Percin mempresentasikan koleksi busana siap-pakai bertajuk “Terraterre: The Imaginary Wardrobe”. Koleksi ini merupakan wujud kecintaan Coline terhadap kerajinan benang savoir-faire, seperti rajutan dan crochet. Dalam koleksinya, Coline melukiskan khayalan dalam wujud busana siap pakai sehari-hari yang nyaman.

Noemie Jondot
Noemie Jondot mempersembahkan koleksi mini bertajuk “En Un Battement d’Aile” (Dalam Kepakan Sayap) di JF3 Fashion Show 2024. Terinspirasi dari balet “Swan Lake” karya Tchaikovsky, koleksi ini mengisahkan metamorfosis angsa hitam yang perlahan bertransformasi menjadi kelabu, dan akhirnya menjadi angsa putih yang bercahaya.
Pertunjukan koleksi dimulai dengan mantel hitam yang melambangkan angsa hitam, dilanjutkan dengan gaun malam beraksen mutiara kelabu, dan diakhiri dengan gaun pengantin putih bercahaya yang melambangkan angsa putih.
Ninon Fievet
Ninon Fievet mempersembahkan koleksi berjudul “Paper Collections” yang terinspirasi dari seni origami. Dalam karyanya, Ninon menantang industri mode dengan bereksperimen menggunakan objek sehari-hari, yaitu kertas.
Ia mengundang para penggemar seni untuk melihat keelokan yang tersimpan di balik benda sehari-hari.
Daniel Cheruzel
Daniel membawakan koleksi nonkonvensional yang memadukan gagasan akan anatomi tubuh dan parasit. Konsep ini disampaikan melalui pemakaian perhiasan dan pahatan, serta perpaduan material logam dan kulit. (HG)