Hidupgaya.co – Bicara soal kekerasan pada anak, ada tiga hal utama yang diidentifikasi dalam konteks pendidikan, yakni kekerasan seksual, perundungan,dan intoleransi yang memiliki dampak yang sangat merugikan bagi lingkungan sekolah serta peserta didiknya.

Kemendibudristek menemukan 24,4 persen siswa atau peserta didik yang berpotensi mengalami insiden perundungan di satuan pendidikan atau sekolah.

Perencana Ahli Madya Pada Asdep Perlindungan Khusus Anak dari Kekerasan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak FB. Didiek Santosa, mengatakan hal yang masih menjadi pekerjaan rumah bersama adalah perkawinan pada anak.

Kekerasan seksual, perundungan dan intoleransi terjadi menurut Didiek karena pengasuhan orang tua yang kurang tepat, disfungsi keluarga (orang tua tidak awasi anaknya dengan baik, keluarga yang broken home, belum matang secara psikologis, ketidakmampuan orang tua mendidik anak), hingga kemiskinan dan globalisasi.

“Perkawinan anak itu masih menjadi masalah bersama. Bagaimana anak mempunyai anak,” ujar Didiek dalam temu media yang dihelat menandai Road To Kids Biennale Indonesia (KBI) di Jakarta, Sabtu (20/7/2024).

Temu media Road To Kids Biennale Indonesia (KBI) di Jakarta – dok. Hidupgaya.co

Anak yang belum siap memiliki anak nantinya akan memiliki kendala dalam mendidik. Selain itu, ada anak-anak yang tidak diinginkan orang tua. “Ada juga anak yang tidak diasuh dengan baik oleh orang tua. Akibatnya anak bisa salah pergaulan, anak bisa jadi pelaku atau korban kekerasan,” sebut Didiek.

Lebih lanjut Didiek menyoroti masalah kemiskinan dalam keluarga. Anak yang tinggal di rumah kumuh dengan area terbatas. “Anak-anak tidak memiliki kamar tidur sendiri dan mungkin menyaksikan ibu bapaknya melakukan hubungan suami istri. Hal ini bisa memicu anak terjerumus  pada kekerasan seksual, bisa jadi pelaku,” tuturnya.

Untuk memutus mata rantai kekerasan pada anak, orang tua perlu dibekali sosialisasi pengasuhan anak. “Kami mengajak orang tua dan masyarakat ikut berperan mendampingi anak dengan baik untuk meminimalisir kekerasan seksual terhadap anak,” kata Didiek. “Media massa memiliki peran penting dalam menyampaikan informasi ini.”

Ketua Komnas Perlindungan Anak DKI Jakarta Cornelia Agatha mengatakan Komnas anak punya visi dan misi memberantas kekerasan pada anak. “Kami fokus pada pencegahan. Kasus yang paling tinggi adalah kekerasan seksual,” tuturnya.

Perlindungan anak melalui seni

Sebagai upaya untuk meminimalkan kekerasan pada anak dapat dilakukan melalui seni.

“Seni adalah jendela bagi anak-anak untuk melihat dunia dengan cara yang baru dan berbeda. Melalui seni, mereka belajar menghargai keindahan, memahami emosi,mengembangkan empati, dan menjadi agen perubahan,” ujar Gie Sanjaya, ketua Yayasan Kids Biennale dan kurator.

Dengan kata lain, seni adalah investasi untuk masa depan Indonesia yang lebih kreatif, inklusif, dan berbudaya.

Gie lebih lanjut menyampaikan, seni dan kasih sayang mempunyai kekuatan yang besar untuk perubahan. “Saya berharap Kids Biennale Indonesia dapat menjadi platform untuk perubahan bersama. Menjadi wadah bagi anak-anak dan remaja untuk menemukan suara mereka, mengekspresikan diri dengan bebas, dan tumbuh menjadi individu yang kreatif, percaya diri, dan berempati penuh cinta kasih,” ujarnya.

Tahun ini Yayasan Kids Biennale Indonesia mengajak anak dan remaja berkebutuhan khusus, neurodivergent dan difabel untuk berpartisipasi dalam advokasi, mengkritisi, dan menjadi agen perubahan melalui karya lukis, video, dan game.

Kiri ke kanan: Didiek Santosa, Gie Sanjaya dan Cornelia Agatha di acara Road To Kids Biennale Indonesia (dok. ist)

Sebagian dari peserta merupakan penyintas perundungan dan intoleransi. Tahun ini, Road To Kids Biennale Indonesia mengangkat ‘Speak Up On Bullying and Intolerance’ di mana dua isu itu merupakan bagian dari masalah dunia pendidikan.

Didiek sepakat bahwa seni dan budaya adalah alat ampuh untuk perlindungan anak di Indonesia. “Melalui ekspresi kreatif, mereka dapat menemukan suara, mengatasi trauma, dan membangun masa depan yang lebih cerah,” tuturnya.

Dia menambah, Kids Biennale Indonesia adalah langkah penting dalam menciptakan ruang aman bagi anak-anak Indonesia untuk berkembang dan menjadi agen perubahan. 

Dengan kolaborasi berbagai pihak termasuk orang tua, seniman, guru dan masyarakat umum untuk mendukung dan berpartisipasi dalam biennale itu dapat menciptakan lingkungan yang mendukung kreativitas, ekspresi, dan pertumbuhan generasi muda Indonesia. (HG)