Hidupgaya.co – Teater tertua di Indonesia yang masih aktif menelurkan karya, Teater Koma, bakal hadirkan produksi terbaru bertajuk Matahari Papua, lakon yang menjadi produksi ke-230, merupakan naskah terakhir yang ditulis oleh Nano Riantiarno atau N. Riantiarno (almarhum).
Bertindak sebagai produser, Ratna Riantiarno mengatakan, kembalinya Teater Koma tampil di Graha Bhakti Budaya menjadi sebuah kesan tersendiri karena tempat ini memiliki sejarah dan menjadi saksi bagi beragam pertunjukan dari teater yang dibentuk oleh N. Riantiarno. “Kini kami kembali meski tanpa kehadiran Mas Nano. Tapi sosok sang guru, bapak, saudara, sahabat itu akan selalu menyertai di hati kami. Wejangan dan ajarannya senantiasa hadir di tiap gerak kami. Karena kami tidak akan pernah berhenti bergerak, tidak pernah titik, selalu Koma,” ujarnya di acara temu media di Galeri Indonesia Kaya (GIK), baru-baru ini.
Matahari Papua, sebut Ratna, memiliki makna mendalam. Secara khusus, pertunjukan ini bicara tentang gagasan kemerdekaan. “Naga ini menguasai seluruh tanah Papua, naskah ini bicara soal kemerdekaan kita yang tentunya banyak menuntut merdeka dengan visi berbeda-beda. Apakah kita sebagai umat manusia benar-benar sudah merdeka,” kata dia.

Berlatar di wilayah Kamoro, Papua, Matahari Papua mengisahkan seorang pemuda bernama Biwar tumbuh dewasa, di bawah asuhan sang mama, Yakomina, dan didikan Dukun Koreri. Saat mencari ikan, Biwar menolong Nadiva dari serangan Tiga Biawak, anak buah Naga, yang meneror tanah Papua.
Biwar mengisahkan hal itu kepada sang mama. Yakomina justru mengisahkan memori pahit. Papa dan tiga paman Biwar ternyata mati dibunuh Naga. Mama, yang sedang mengandung, berhasil lolos dan melahirkan Biwar. Dari sini, Biwar bertekad balas dendam, membunuh Sang Naga.
Bertindak sebagai sutradara, Rangga Riantiarno mengatakan, naskah pertunjukan Matahari Papua pertama kali ditulis pada 2014, sebagai naskah pendek untuk pertunjukan bertajuk Cahaya dari Papua di Galeri Indonesia Kaya. “Ketika pandemi merebak dan mengharuskan kita semua berkegiatan di rumah, Pak Nano tetap produktif menulis berbagai karya, salah satunya adalah mengembangkan naskah Cahaya dari Papua dan diberi judul baru Matahari Papua,” terangnya.
Rangga menyebut, naskah ini kemudian dikirim secara anonim dalam Rawayan Award, (Sayembara Penulisan Naskah Dewan Kesenian Jakarta) 2022 dan ternyata terpilih sebagai salah satu pemenang.
Menariknya, sosok naga dalam Matahari Papua bakal ditampilin secara teatrikal dengan panjang mencapai 9 meter dan dimainkan oleh 6 pemain. Untuk pertunjukan ini Teater Koma juga menyiapkan visual dan multimedia kekinian yang digarap oleh Deden Jalaludin Bulqini.
Pertunjukan Matahari Papua juga didukung Bakti Budaya Djarum Foundation. “Selama 47 tahun, Teater Koma telah konsisten menghibur dan memperkaya wawasan para penikmat seni dengan beragam kisah yang sarat pesan moral dan nilai-nilai positif. Matahari Papua memiliki makna yang sangat mendalam, karena merupakan karya terakhir dari Bapak N. Riantiarno, sang pendiri Teater Koma. Selama hidupnya, beliau telah memberikan kontribusi luar biasa bagi dunia teater Indonesia dengan cerita-cerita yang menyentuh hati dan penuh makna,” sebut Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.

Disutradarai Rangga Riantiarno dan rekan sutradara Nino Bukir, pertunjukan Matahari Papua didukung oleh tata artistik dan multimedia Deden Jalaludin Bulqini, tata musik Fero A. Stefanus, tata rias Subarkah Hadisarjana, tata busana Rima Ananda Omar, tata rambut Sena Sukarya, tata cahaya Deray Setyadi, tata gerak Ratna Ully, tata suara Bona, pandu vokal Ajeng Destrian, rancang grafis Saut Irianto Manik, pimpinan produksi Rasapta Candrika dibantu oleh pengarah teknik Tinton Prianggoro serta manajer panggung Sari Madjid Prianggoro.
Pentas kali ini menampilkan Tuti Hartati, Lutfi Ardiansyah, Joind Bayuwinanda, Netta Kusumah Dewi, Daisy Lantang, Bayu Dharmawan Saleh, Sir Ilham Jambak, Sri Qadariatin. Juga Zulfi Ramdoni, Angga Yasti, Rita Matumona, Dana Hassan, Adri Prasetyo, Andhini Puteri, Dodi Gustaman, Indrie Djati, Pandu Raka Pangestu, Hapsari Andira, Radhen Darwin, Edo Paha, dan sebagainya.
Matahari Papua dipentaskan Jumat, 7 Juni 2024, pukul 19.30 WIB; Sabtu, 8 Juni 2024, pukul 13.00 dan 19.30 WIB; Minggu, 9 Juni 2024, pukul 13.00 WIB; di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki. (HG)