Hidupgaya.co – Digelar rutin sejak 2004, Jakarta Food Fashion Festival (JF3) telah menjelma menjadi festival mode berpengaruh di Indonesia. Sejak awal dibesut, JF3 telah berevolusi dalam mendukung kemajuan industri mode Indonesia.

Menurut Thresia Mareta, penasihat JF3, peran JF3 diharapkan semakin berkembang secara signifikan dengan turut mendorong industri mode Indonesia agar mampu memasuki dan berkompetisi dalam industri mode global.

“Selama perjalanan 20 tahun, JF3 mengalami perkembangan yang signifikan dan memiliki ekosistem yang menunjang sekaligus memperkuat posisi Indonesia di pasar mode internasional. JF3 memiliki mal sebagai display penjualan karya desainer Indonesia, juga Lakon Indonesia dan Pintu Incubator,” ujar Mareta di acara JF3 Talk ‘Generasi Baru dalam Industri Fashion Indonesia’ yang dihadiri sejumlah desainer muda Indonesia bertempat di Teras Lakon Summarecon Serpong, Rabu (20/3/2024).

Selain itu, sebut Mareta, untuk memperkuat eksistensinya, JF3 juga menjalin kolaborasi  dengan  berbagai pihak dalam dan luar negeri dengan hadirkan program-program yang fokus pada pemberdayaan para pelaku bisnis mode. Bahkan, untuk memberikan fasilitas dan aset, JF3 juga membantu eksposur yang menjangkau global.

Untuk diketahui, Pintu Incubator diinisiasi JF3, Lakon Indonesia dan Kedutaan Besar Perancis untuk mendorong para kreatif muda agar berkembang hingga pasar internasional.

Tak dimungkiri, industri mode global semakin mengalami perkembangan yang pesat. Begitu juga yang diharapkan dengan industri mode Indonesia, agar dapat terus tumbuh dan berkelanjutan. “Untuk itulah JF3 mengundang kreatif muda, pelaku dan pemerhati yang peduli untuk mengeksplorasi berbagai potensi dan peluang untuk membangun industri mode tanah air,” terang Mareta.

Thresia Mareta, penasihat JF3 dan pendiri Lakon Indonesia (dok. ist)

Peran dan dukungan media juga tidak kalah penting dalam memberikan edukasi dan eksposur kepada para pelaku usaha mode dan masyarakat luas. “Media itu sebagai pendukung dalam ekosistem fashion. Agar diliput dan ditulis media, dibutuhkan kerja sama desainer untuk memberikan keterangan lebih detail terkait karyanya. Desainer dalam hal ini diharapkan bisa bercerita mengenai karyanya,” ujar Syahmedi Dean, praktisi media fashion dan gaya hidup yang menjadi salah satu pembicara.

Hartono Gan, salah satu desainer muda Indonesia, mengakui pasar Indonesia sangat menggiurkan. “Pasar Indonesia untuk fashion itu besar, misalnya untuk acara kawinan, desainer bisa membuatkan desain baju pengantin dan perlengkapannya dan konsumen mengapresiasi karya desainer lokal, asal produknya baik,” tutur desainer yang pernah berkiprah di beberapa negara.

Hal yang mungkin menjadi kendala bagi desainer Indonesia untuk berkembang adalah kebanyakan desainer lokal memiliki skala industri rumahan. “Desainer dalam hal ini  bersaing dengan kapitalis, pemilik mal yang mampu mengimpor barang dari luar negeri dalam jumlah besar. Ini sulit diimbangi desainer lokal,” terang Hartono.

Dalam hal perolehan bahan baku, desainer Adrie Basuki mengatakan bisa meniru para desainer modest fashion (pakaian santun). “Desainer modest fashion itu bisa datang berombongan bersama sesama desainer modest dan memesan bahan dalam jumlah banyak. Ini menguntungkan bagi pabrik tekstil dibandingkan memenuhi pesanan kain yang hanya sedikit-sedikit,” tutur pemenang LPM 2021.

Adrie Basuki (dok. IG@adriebasuki.id)

Adrie menambahkan, kalau mau bertahan di industri, desainer harus mau beradaptasi. “Kita harus terus belajar bagaimana menjalankan bisnis dari mereka-mereka yang lebih dulu terjun ke bisnis fashion, dan mampu menjual karena memiliki komunitas. Ujung-ujungnya, omzet itu penting,” kilahnya.

Menanggapi hal itu Mareta mengatakan pasar fashion Indonesia besar sekali. “Modest fashion memang butuh bahan banyak, masing-masing ada pasarnya. Yang penting adalah memperkuat core identity sebagai desainer brand. Desainer bisa beli bahan dalam jumlah terbatas di toko kain. Tapi kalau mau pesan di pabrik kain harus keluar dari home industry dan masuk ke industri profesional,” tandasnya.

Mareta menekankan, tujuan akhir adalah bagaimana desainer dan jurnalis bisa berpartisipasi wujudkan kemajuan di industri fashion. “Bagaimana wariskan sesuatu yang bisa bertumbuh untuk generasi di kemudian hari. Tantangan ke depan akan lebih sulit jadi harus dipikirkan bisa wariskan apa yang lebih baik dari sekarang,” pungkasnya. (HG)