Hidupgaya.co – Film besutan sutradara Ismail Basbeth bertajuk Sara bakal tayang perdana di Busan International Film Festival (BIFF 2023). Film ini mengangkat kisah tentang perjalanan seorang transpuan bernama Sara (diperankan Asha Smara Darra). Sara bakal hadir di dua program, yaitu Special Program in Focus: Renaissance of Indonesian Cinema dan A Window on Asian Cinema.

Lewat Sara, Ismail Basbeth mencoba menawarkan suatu cerita yang universal tentang manusia. “Ini bukan tentang transpuan. Orang mungkin akan sibuk bicarakan soal transgender. Tapi sebenarnya ini ada persoalan yang lebih mendasar. Di film ini kami mencoba untuk bersama-sama bicara tentang orang-orang Indonesia dengan perspektif yang lebih humanis dan toleran terhadap perubahan,” terang Ismail di acara temu media di Jakarta, Senin (2/10/2023).

Film Sara ditulis dan disutradarai oleh Ismail Basbeth dan diproduseri oleh Charlie Meliala dan Lyza Anggraheni.

Diangkat dari pengalaman pribadi, mencakup hubungan Ismail dan ibunya, berbagai peristiwa kehidupan membentuk Sara, yang harus meninggalkan kampung halaman area Wadas Lintang, Kebumen, Jawa Tengah di usia belia dan kembali 20 tahun kemudian saat semuanya telah berubah.

Ismail Basbeth (kedua dari kiri), Asha Smara Darra (tiga kiri) dan Jajang C Noer (keempat kiri) di acara temu media film Sara (dok. ist)

berbagi Sara merupakan kisah tentang perjalanan seorang wanita transpuan berusia 35 tahun, yang harus kembali ke kampung halaman yang terpaksa dia tinggalkan di usia belia, setelah mendengar kabar pemakaman ayahnya. Di sana, ia menemukan bahwa ibunya telah kehilangan ingatan tentangnya sebagai seorang putra, akibat dari trauma kehilangan suaminya. Berbagai cara dicoba untuk mengembalikan ingatan sang ibu, sampai akhirnya Sara memutuskan untuk menjalani peran yang paling ia benci, yakni menjadi ayahnya sendiri. 

Berperan sebagai Sara, Asha Smara Darra, desainer transpuan yang memiliki merek Oscar Lawalata mengaku senang diajak terlibat dalam film ini. Asha pernah menjajal kemampuan dengan terlibat di film Banyu Biru (2005).

Asha mengatakan film Sara bukan semata tentang transpuan. “Film ini adalah gambaran tentang manusia dalam tataran yang sangat mendasar. Menarik bagaimana tokoh ini bisa menceritakan perasaannya kepada orang tua, dan tentang kerasnya hidup tapi dia coba berbakti kepada orang tua. Itu sudah beyond of trans, kita nggak bicara trans lagi. itu yang saya temukan di film ini, yang bikin saya yakin untuk bermain,” tujarnya.

Sejumlah nama beken turut terlibat dalam film Sara, di antaranya Christine Hakim, Jajang C. Noer, Mian Tiara, dan Landung Simatupang.

Produser Lyza Anggraheni mengatakan, kehadiran Sara di BIFF 2023 nantinya menjadi momentum untuk memperkenalkan sekaligus menengok tanggapan audiens internasional terhadap film Sara. “Dengan premier di Busan  kita ingin bawa sinema ini jadi sinema dunia. KIta juga ingin bawa film ini bisa diputar di berbagai negara di dunia,” ujarnya seraya berharap film Sara nantinya dapat diterima dengan baik di Indonesia.

Sara diproduksi oleh Bosan Berisik Lab bersama Ruang Basbeth Bercerita, dan Visionari Capital Film Fund. Film ini juga mendapat dukungan produksi dari Pusbang Film, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). (HG)