Hidupgaya.co – Menggunakan batik Kudus, desainer mode Denny Wirawan menggelar koleksi terbaru bertajuk Sandyakala Smara di Kota Kudus, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Gelaran itu sekaligus menandai sewindu kolaborasi Denny dengan Bakti Budaya Djarum Foundation.

Dikenal sebagai Kota Kretek, Kudus juga memiliki kekayaan wastra batik. Membawa kembali pergelaran busana megah ke kota asal menjadi semacam pesan bahwa Kudus bukan hanya dikenal sebagai penghasil kretek, tetapi juga memiliki batik yang bernilai tinggi sekaligus menghargai perjalanan panjang dalam berkarya lewat kain dan pola yang telah memberikan warna baru bagi dunia mode Indonesia.

Upaya Denny Wirawan kurang lebih 8 tahun untuk mendekatkan kembali batik Kudus pada publik membuahkan hasil. Selain masyarakat lebih mengenal batik Kudus, upaya itu juga membantu menggerakkan perekonomian beberapa kelompok pembatik di Kudus yang masih konsisten berproduksi dan melestarikan kekayaan wastranya.

Sandyakala Smara Koleksi Batik Kudus 2023 – 2024 (dok. ist)

“Sandyakala Smara ini adalah bentuk dukungan tulus dalam melestarikan dan mengapresiasi kekayaan wastra budaya Indonesia, terutama batik Kudus yang memukau dan menginspirasi kreativitas untuk terus mengeksplorasi serta memperkaya keindahan yang tak ternilai dari kain-kain Indonesia,” ujar Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian.

Selama kurun 8 tahun kolaborasi, Bakti Budaya Djarum Foundation menjadi penyokong Denny dalam melestarikan batik Kudus sekaligus memberdayakan perajin.

Sandyakala Smara Koleksi Batik Kudus 2023 – 2024 mengajak penonton merasakan kisah indah yang terinspirasi dari keelokan kebaya dan kain batik Kudus. Mengambil ciri khas gaya kebaya encim dipadukan dengan kain batik Kudus di dekade 1930-an hingga 1950-an, Denny Wirawan menghadirkan kembali kecintaannya terhadap wastra Indonesia, terutama batik.

“Mengolah batik Kudus kembali menjadi bagian penting dari perjalanan kreatif saya sejak tahun 2015. Tahun ini telah sewindu keindahan batik Kudus memberikan inspirasi yang membuat saya terus mengeksplorasi dan berkreasi,” tutur Denny. 

Koleksi Sandyakala Smara sengaja dia persembahkan sebagai bentuk dedikasi untuk menggali lebih dalam lagi potensi-potensi yang ada pada motif batik Kudus yang belum tereksplorasi. Denny sebelumnya telah menghadirkan batik Kudus dalam koleksi Pasar Malam, Padma, dan Wedari.

Memadukan mahakarya dari para artisan batik yang penuh keindahan dan filosofi, dalam helai-helai busana yang dibuat dengan cinta, gelaran Sandyakala Smara hadirkan koleksi kolaborasi dengan para pembatik binaan Bakti Budaya Djarum Foundation dan para pembatik pesisir di Pekalongan, juga kolaborasi khusus dengan kolektor batik Agam Riyadi.

“Koleksi Sandyakala Smara bukan sekadar busana, namun juga sebuah perjalanan budaya dan kreativitas yang mempertemukan antara masa lalu dan saat ini dengan harmoni. Sebuah perwujudan serta penghormatan atas warisan keindahan wastra dengan pembaruan yang dikemas dalam estetika yang memukau,” terang Denny Wirawan.

Yang lebih mengesankan, pergelaran busana itu berlangsung di bawah langit senja yang indah, mengambil lokasi di Rumah Adat Kudus Yasa Amrta. Seperti kata Renitasari Adrian, acara ini bukan sekadar pergelaran busana, tetapi juga merupakan sebuah peresmian bagi Rumah Adat Kudus Yasa Amrta yang diambil dari bahasa Sansekerta yang memiliki makna kemuliaan abadi. 

“Rumah adat Kudus yang juga disebut Joglo Pencu merupakan rumah tradisional yang mempesona dengan gaya arsitektur yang begitu khas dan indah. Bangunan Joglo Pencu menampilkan dominasi ukiran-ukiran yang tak hanya bersifat dekoratif, melainkan juga sarat dengan makna filosofis yang mendalam,” terang Renitasari. 

Sandyakala Smara Koleksi Batik Kudus 2023 – 2024 (dok. ist)

Di Kota Kudus, popularitas batik yang sudah menjadi komoditas di tahun 1500an. Eksistensi batik Kudus kian berkembang, utamanya pada tahun 1935 hingga dekade 1970-an. Batik yang diproduksi dengan penggarapan yang halus ini kerap dikenakan oleh kalangan menengah ke atas.

Pada perkembangannya, batik Kudus mulai mengalami kemunduran pada tahun 1980-an. Kemunduran ini ditandai dengan semakin menurunnya jumlah perajin batik lantaran kemunculan motif batik printing dengan proses pembuatan yang lebih cepat dan harga yang lebih murah, sehingga membuat para perajin batik Kudus gulung tikar karena tidak mampu beradaptasi.

Sejak 2010, Bakti Budaya Djarum Foundation melakukan program pembinaan kepada para perajin batik Kudus dan menghidupkan kembali para perajin yang sempat beralih profesi, serta memupuk generasi baru penerus. Pada 2015, Bakti Budaya Djarum Foundation mulai berkolaborasi dengan desainer Denny Wirawan untuk mengangkat batik Kudus dengan sentuhan unik dan inovatif. (HG)